PENGERTIAN DAN PERBEDAAN TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA DALAM PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
TUGAS
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Metodologi Penelitian
Yang dibina oleh Prof. Dr. H. AMAT MUKHSDIS , M. Pd
Oleh
WAHYU ADI WIJAYA (160513609636)
NIKEN RENAWENI (160513609697)
YUDISWORO AJI (160513609686)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JURUSAN TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF
April 2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...............1
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………...2
1.1 Latar Belakang Penulisan Makalah………………………………………………………...2
1.2 Topik Bahasan Masalah……………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan Penulisan Masalah…………………………………………………………………..2
BAB II ISI………………………………………………………………………………………...4
2.1 Teknik Pengumpulan Data……………………………….………………………………..4
2.1.1 Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif…………………………………………………...4
2.1.2 Teknik Pengumpulan Data Kualitatif…………………………………………………...12
2.2 Teknik Analisis Data……………………………………………………………………...28
2.2.1 Teknik Analisis Data Kuantitatif………………………………………………………...28
2.2.2 Teknik Analisis Data Kualitatif………………………………………………………….32
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..43
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...44
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan Masalah
Penelitian bisa diartikan sebagai kegiatan dengan upaya sistematis untuk menggali, menganalisis, menghasilkan, dan menyebarluaskan iptek yang kebenaranya dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis. Upaya secara sistematis berarti menggunakan kejelasan langkah atau metode dalam pembuatan mulai dari perumusan masalah hingga penyelesaianya. Proses penelitian memerlukan berbagai macam data untuk mendukung penelitian tersebut. Dalam proses pengumpulan data kita perlu mengetahui dan memahami teknik - teknik pengumpulan data.
Metode penelitian terbagi menjadi dua yaitu metode penilitian secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif lebih bersifat alamiah dan natural sedangkan metode kuantitatif lebih bersifat empiris dan rasional. Berbeda metode penelitian yang digunakan tentu berbeda pula teknik pengumpulan datanya. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka penelitian tidak akan berjalan, atau berjalan tetapi tidak terarah karena tidak mengerti cara memperoleh data yang mendukung penelitian. Data – data yang sudah terkumpul melalui tahap pengumpulan data selanjutnya akan dilakukan sebuah analisis.
Analisis data secara umum merupakan kegiatan memilah data - data yang sudah diperoleh dan memutuskan data mana yang akan dimasukan kedalam hasil penelitian yang sudah dilakukan. Analisis data juga bebrbeda teknisnya dalam berbeda metode penelitian yang diakukan, yaitu metode kualitatid dan kuantitatif. Berkaitan dengan hal tersebut, pembahasan di dalam makalah ini akan diuraikan berbagai hal yang terkait dengan teknik pengumpulan data, tahap pengumpulan data dan teknik analisis data.
1.2 Topik Bahasan Makalah
1. Apa perbedaan pengertian teknik pengumpulan pada metode penelitian kualitatif dan kuantitatif ?
2. Apa saja macam – macam teknik pengumpulan data pada metode penelitian kualitatif dan kuantitatif ?
3. Apa saja perbedaan tahapan atau proses dalam pengumpulan data pada metode kualitatif dan kuantitatif ?
4. Apa perbedaan pengertian teknik analisis data pada metode penelitian kualitatif dan kuantitatif ?
5. Bagaimana proses analisis data pada penelitian kualitatif dan kuantitatif ?
1.3 Tujuan Penuliasan Makalah
1. Mengetahui dan memahami perbedaan pengertian teknik pengumpulan data antara penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
2. Mengetahui dan memahami berbagai macam teknik pengumpulan data yang digunakan dalam medote penelitian secara kualitatif dan kuantitatif.
3. Mengetahui dan memahami perbedaan tahapan pengumpulan data pada metode penelitian kualitatif dan kuantif.
4. Mengetahui dan memahami perbedaan pengertian teknik analisis data antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
5. Mengetahui dan memahami proses menganilis data pada metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
BAB II
ISI MAKALAH
2.1. Teknik Pengumpulan Data
2.1.1. Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif
A. Pengertian Pengumpulan Data
Setelah kegiatan pengembangan instrumen penelitian (jenis tes atau non tes) selesai dilakukan sesuai dengan variabel yang dijadikan objek kajian, maka aktivitas berikutnya yaitu pengumpulan data. Pengumpulan data adalah proses mengumpulkan berbagai data yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian yang telah dirumuskan. Masalah yang dijadikan objek penelitian dapat berupa masalah yang terkait dengan upaya pemerian variabel atau hubungan antar variabel. Sifat masalah ini berhubungan langsung dengan macam dan jenis data yang diperlukan dalam pemecahannya. Semakin kompleks masalah penelitian yang akan dipecahkan, menuntut semakin kompleks dan semakin bervariasi data yang diperlukan.
Tingkat kualitas data yang dikumpulkan dalam penelitian, sangat tergantung pada beberapa faktor. Faktor – faktor tersebut antara lain: sifat masalah yang dijadikan objek penelitian; kejelasan variabel sebagai representasi dimensi masalah yang dijadikan objek pengukuran; kualitas instrumen yang ditunjukkan dengan tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan; ketepatan teknik pengumpulan data yang digunakan; kemampuan, komitmen, dan integritas petugas pengumpul data; dan kondisi psikologis responden pada waktu proses pengumpulan data. Hubungan keenam faktor ini secara fungsional menjadi penting dalam upaya untuk menghasilkan data penelitian yang memenuhi tuntutan data yang valid dan reliabel. Dengan kata lain, data penelitian yang valid dan reliabel adalah data yang representativenes dalam mewakili atribut variabel yang diukur atau data yang tidak bias atas atribut variabel yang menjadi tujuan pengukuran. Hal ini penting, karena kualitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data akan berimplikasi pada interpretasi hasil dan kesimpulan penelitian, bahkan pada generalisasi hasil penelitian.
Bertolak dari hubungan fungsional berbagai komponen, proses pengumpulan data penelitian secara esensial terkait dengan proses penguantifikasian suatu atribut fenomena (variabel) yang dimiliki oleh objek atau subjek penelitian. Atribut fenomena ini dapat bersifat konkret (misalnya bakat, kemampuan umum, IQ, motivasi) sedangkan objek atau subjek penelitian adalah menunjukkan suatu atribut yang diukur itu berada. Tempat atribut melekat dikatakan sebagai objek, apabila berupa barang atau benda lain, sedangkan tempat atribut fenomena melekat dikatakan sebagai subjek, apabila berupa manusia (bukan barang atau benda lain)
Hasil pengukuran suatu atribut fenomena sebagai objek atau subjek penelitin yang lazim disebut dengan variabel penelitian dapat berupa lambang atau simbol. Lambang atau simbol dalam pengukuran suatu atribut fenomena (variabel) yang lazim digunakan adalah angka. Angka sebagai representasi atribut variabel penelitian, dengan mengikuti aturan dan ketentuan tertentu dapat memiliki makna kuantitas tertentu. Makna kuantitas tertentu hasil pengukuran variabel sebagai representasi proses pengumpulan data ini yang dijadikan dasar untuk melakukan pemilihan atas sifat atau karakteristik data yang dihasilkan. Pemilihan sifat data sebagai representasi atribut variabel yang dijadikan objek atau subjek pengukuran ini dikelompokan menjadi empat jenis data penelitian. Keempat klasifikasi jenis data penelitian tersebut yaitu data penelitian yang bersifat nominal, ordinal, interval, dan rasio.
Data bersifat nominal. Jika penggunaan angka dari hasil pengukuran suatu atribut fenomena hanya untuk kepentingan kategorial (sebagai tanda), dan tidak memiliki makna kuantitatif. Representasi angka tidak menunjukkan makna baik secara kuntitatif maupun penjenjangan. Misalkan, dalam suatu atribut variabel jenis kelamin yang menggunakan lambang angka 1 (satu) mewakili representasi jenis kelamin laki-laki dan angka 2 (dua) mewakili representasi jenis perempuan.
Data bersifat ordinal. Jika penggunaan angka-angka dari hasil pengukuran tidak hanya sebagai simbol suatu atribut fenomena, tetapi juga menunjukkan gradasi representasi kuantitas suatu atribut fenomena. Gradasi kuantitatif atribut fenomena ini dapat mulai dari kelompok tinggi, sedang, atau rendah. Namun, jarak interval gradasi kuantitas suatu atribut fenomena ini tidak dapat ditentukan secara eksak. Misalnya, gradasi juara dalam lomba lari 100 meter putri, ada juara 1, juara 2, juara 3. Dalam hal ini besaran gradasi (jarak interval gradasi waktu tempuh) antara juara 1 dan 2, tidak sama dengan jarak interval gradasi waktu tempuh juara 2 dan 3. Untuk itu, pada data penelitian yang berskala ordinal, maka tanda tanda operasi bilangan matematik sebagaimana + (plus), - (minus), x (kali), dan : (bagi) tidak dapat digunakan.
Data bersifat interval. Jika penggunaan angka sebagai lambang hasil pengukuran suatu atribut fenomena memiliki gradasi representasi kuantitas (tinggi, sedang dan rendah) dan jarak interval gradasi ini dapat ditentukan secara eksak, tetapi tidak memiliki makna angka nol yang bersifat mutlak. Misalnya penggunaan angka sebagai representasi hasil belajar mahasiswa atau siswa pada suatu bidang studi tertentu direpresentasikan dengan angka: 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90. Dalam hal ini lambang angka – angka: 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90, menunjukkan interval gradasi yang ajeg, tetapi tidak menunjukkan kuantitatif (kapasitas) yang sama, dan tidak memiliki makna nol mutlak. Artinya, bukan berarti apabila seseorang mahasiswa atau siswa yang memperoleh skor hasil belajar 60 kemampuannya secara kuantitatif dua kali dari seseorang yang memperoleh skor 30, atau seseorang mahasiswa atau siswa yang memperoleh skor hasil belajar nol, bukan berarti yang bersangkutan tidak tahu sama sekali isi bidang yang dipelajari.
Data bersifat rasio. Jika penggunaaan lambang angka angka sebagai representasi hasil pengukuran suatu atribut fenomena memiliki gradasi kuantitas (tinggi, sedang, dan rendah), dan jarak interval gradasi ini dapat ditentukan secara eksak dan memiliki angka nol yang bersifat mutlak (angka 0 = tidak ada). Misalnya lambang hasil pengukuran atribut fenomena berat badan si A = 50 kg, berat badan si B = 100 kg, dan bila sesuatu objek (si C) beratnya = 0 kg, berarti objek yang bersangkutan tidak memiliki nilai kuantitatif dalam satuan berat (beratnya = 0). Dalam data jenis ini dapat dikatakan berat si B (100 kg) adalah dua kali dari berat si A (50 kg).
B. Waktu pengumpulan data
Dalam penelitian kuantitatif, waktu kegiatan pengumpulan data dapat ditinjau dari sisi tahapan pelaksanaan dan lamanya pelaksanaan pengumpulan data. Dari sisi tahapan pengumpulan data sebagai representasi hierarkis dari tahapan penelitian secara keseluruhan dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Waktu pengumpulan data ditinjau dari tahapan ini, setelah berbagai kegiatan pada tahapan sebelumnya selesai dilakukan. Kegiatan tahapan sebelumnya yang dimaksud, yaitu penentuan dan perumusahan masalah, penentuan variabel penelitian, pengkajian teori, penentuan rancangan penelitian, penentuan sumber data dan lokasi, serta pengembangan alat pengumpulan data (instrumen penelitian). Artinya waktu pelaksanaan tahapan pengumpulan data belum dapat dilakukan apabila tahapan sebelumnya belum selesai dilaksanakan.
Waktu pengumpulan data penelitian ditinjau dari lamanya pelaksanaan lebih terkait dengan banyaknya kuantitas waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada memperoleh berbagai jenis data, berbagai alat pengumpul data yang diperlukan, dan berbagai orang terlibat, baik sebagai pengumpul maupun sumber data. Apabila berbagai jenis data yang diperlukan terdapat pada sumber data yang beragam dan lokasi (tempat) sumber data yang terpencar pencar. Hal ini akan berimplikasi pada tuntutan penggunaan waktu pengumpulan data yang lebih daripada berbagai jenis data yang diperlukan terdapat pada sumber data yang tidak beragam dan lokasi (tempat) sumber data tidak terpencar – pencar.
Bermacam macam alat pengumpul data yang diperlukan, menjadi faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam penentuan waktu pengumpulan data. Alat pengumpul data yang berbeda beda yang digunakan pada sumber pengumpulan data dan tempat yang berbeda, potensial berimplikasi pada kebutuhan besaran alokasi waktu untuk pengumpulan data yang berbeda. Pengumpulan data suatu penelitian yang menuntut menggunakan instrumen tes, wawancara, dan pengamatan, dari sisi waktu yang dibutuhkan akan berbeda kalau pengumpulan data hanya menggunakan tes, pada jumlah sumber data dan sebaran sumber data (lokasi) yang sama. Apalagi bila penggunaan berbagai jenis instrumen yang berbeda tersebut, pada sumber data dan lokasi sumber data yang berbeda beda.
Faktor lain yang berimplikasi pada lamanya waktu kegiatan pengumpulan data yaitu banyaknya jumlah pengumpul data. Jumlah pengumpul data yang diperlukan ini lazimnya tergantung pada jenis alat dan teknik pengumpul data, jumlah sumber data dan lokasi sumber data yang diperlukan, tingkat ketelitian pelaksanaan pengumpulan data dan waktu dan biaya penelitian yang tersedia. Biaya dan waktu yang lebih besar merupakan implikasi, baik langsung maupun tidak langsung dari kiat pengelolaan terhadap banyaknya jumlah pengumpul data yang diperlukan.
Waktu yang diperlukan dalam kegiatan pengumpulan data juga ditentukan oleh karakteristik sumber data. Karakteristik sumber data ada yang mudah ditemui dan dimintai informasi terkait data yang diperlukan, tetapi kadang kala ada yang karena kesibukan dan lain sebagainya yang menuntut kesabaran dan waktu yang lebih lama.
Pertimbangan keruntutan pelaksanaan tahapan penelitian dan besaran waktu yang diperlukan dalam melakukan pengumpulan data penelitian menjadi penting. Karena hal ini akan terkait langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat kualitas, relevensi dan ketercukupan data penelitian yang dihasilkan. Tingkat kualitas, relevansi dan ketercukupan data yang diperlukan ini menjadi syarat untuk mendapatkan data penelitian yang tidak bias (data penelitian yang benar). Pemenuhan atas kebenaran data penelitian ini menjadi sangat penting untuk menghasilkan interpretasi, simpulan, dan bahkan mungkin generalisasi simpulan yang tidak menyesatkan, baik bagi penelitian lanjutan maupun pemanfaatan hasil penelitian.
a) Teknik Pengumpulan Data
Secara umum teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan dan pembelajaran dilihat dari jenis instrumennya dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok teknik pengumpulan tes dan nontes. Penggunaan kombinasi kedua kelompok teknik pengumpulan data ini berdasarkan pada pertimbangan sifat dan jenis masalah yang dipecahkan. Sifat dan jenis masalah tertentu untuk pemecahannya tidak cukup hanya denga data yang dihasilkan dari satu teknik pengumpulan data, tetapi mungkin akan memerlukan beberapa teknik pengumpulan data, baik dari kelompok teknik tes maupun nontes. Ragam dan jenis teknik pengumpulan data penelitian yang dipilih sangat tergantung pada tujuan penelitian, karakteristik data yang diperlukan, dan karakteristik latar dan sumber data. Beberapa teknik pengumpulan data kelompok tes maupun nontes yang lazim digunakan dalam penelitian pendidikan dan pembelajaran yaitu teknik tes, self-inventory, kuesioner, wawancara, pengamatan, diskusi kelompok tefokus (FGD), dan dokumentasi.
1. Teknik tes
Tes sebagai teknik pengumpulan data penelitian dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, psikologi atau sosial memiliki ciri utama respon dari testee mengandung unsur benar atau salah. Penggunaan teknik dalam pengumpulan data penelitian dapat dipilih menjadi tiga, yaitu berdasarkan perangkatnya, tujuan dan substansinya, dan rancangan bentuknya (Mukhadis, 2013b). Teknik tes berdasarkan perangkat pengumpulan data, yaitu seperangkat jens tes untuk mengumpulkan data penelitian tentang kemampuan (ability) tertentu dari responden dengan menggunakan sarana tertentu. Misalnya perangkat tes dengan kertas dan pensil, alat simulasi, permodelan atau peralataan nyata, berbantuan komputer dan
berbantuan video display.
Tes berdasarkan tujuan dan subtansi isi sebagai teknik pengumpulan data dapat dibagi menjadi tes bakat dan tes prestasi (Joni, 1984). Tes bakat digunakan, apabila penelitian bermaksud mengungkap data tentang kemampuan dasar atau kapasitas potensi individu tertentu. Sedang tes prestasi digunakan, apabila peneliti bermaksud mengumpulkan data tentang kemampuan seseorang dalam mempelajari, memahami, menguasai suatu ranah (kognitif, psikomotor atau afektif) pada suatu bidang dan dalam interval waktu tertentu.
Tes berdasarkan rangcangan bentuknya, sebagai teknik pengumpulan data penelitian dapat dibedakan menjadi: tes lisan, tertulis, tes esai, tes objektif, dan tes pengamatan untuk kerja. Tes bentuk lisan lazimnya mirip dengan wawancara dalam pelaksanaan pengumpulan data. Tes tulis sebagai representasi tes paper dan pencil, dengan variasi bentuknya. Misalnya, tes pilihan ganda/tes objektif, tes esai, dan tes melengkapi.
Berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data penelitian dengan tes, yaitu kualitas instrumen, kejelasan pedoman tes bagi testee, kondisi kondusif bagi testee, dan petugas pengumpul data. Faktor kualitas instrumen tes, khususnya dari sisi validalitas dan reliabilitas tes menjadi penting untuk menghasilkan data penelitian yang berkualitas. Kejelasan pedoman bagi testee, juga menjadi faktor yang perlu dipertimbagkan dalam upaya menghasilkan data penelitian yang berkualitas. Kondisi tes yang kondusif, yang terkait dengan latar (tingkat kenyamanan, kecukupan ventilasi dan kecukupan penerangan serta tingkat kebisingan lokasi diamana tes dilakukan memberikan sumbangan yang signifikan dalam menghasilkan data penelitian yang berkualitas) dan yang terkait dengan peserta tes. Terakhir, petugas pengumpulan data, sikap dan perlakuan yang ditunjukkan selama pengumpulan data melalui tes, berpotensi berpengaruh terhadapa tingkat kondusivitas pelaksanaan tes.
2. Teknik Self-Inventory
Seft- Inventory, sebagai teknik pengumpulan data penelitian lazim digunakan apabila untuk mengungap dan memetakan arah serta kecenderungan karakteristik psikologis subjek penelitian yang bersifat afektif. Teknik pengumpulan data ini berbeda dengan teknik tes. Teknik self-inventory menghasilkan respons yang tidak mengandung makna nilai benar atau salah dari responden.
Teknik untuk mengungkapkan kecenderungan karakteristik afektif responden yang direprensentasikan dengan pilihan terhadap opsi alternatif pilihan jawaban yang bersifat gradasi. Nunnally, (1978) ; Cronbach (1994); Nur (1987) dan Subino (1987), opsi alternatif pilihan jawanban yang dibuat secara gradasi ini lazim disebut dengan skala sikap. Gradasi opsi alternatif pilihan jawaban yang menggambarkan kecenderungan karakteristik afektif bersifat kontinum, mulai dari yang bersifat ekstrem. Misalnya kontinum dan titik ekstrem suatu gradasi opsi pilihan jawaban atribut ketertarikan yang akan diperikan, yaitu mulai sangat tertarik sampai tidak sangat tertarik (sangat tertarik, tertarik, kurang tertarik, tidak tertarik dan sangat tidak tertarik). Gardasi opsi pilihan jawaban atribut minat yang akan diperikan, yaitu mulai dari sangat berminat sampai sangat tidak berminat (sangat berminat, berminat, kurang berminat, tidak berminat, sangat tidak berminat).
Teknik self-inventory biasanya banyak digunakan untuk pengumpulan data penelitian yang secara substanstif berupa kecenderungan sikap seseorang, persepsi seseorang, minat seseorang, motivasi seseorang, kepribadian seseorang, emosi seseorang dan hubungan interpersonal seseorang terhadap suatu stimulus tertentu pada kondisi dan interval waktu tertentu.
3. Teknik Kusioner
Pengumpulan data penelitian melalui kuesioner paling banyak dipilih dan digunakan, terutama pada penelitian survei. Karakteristik data penelitian survei yang dikumpulkan dengan instrumen jenis ini dapat berupa respons yang bersifat singkat (umum) sampai dengan respons yang bersifat terinci (detail) dari responden. Kuesioner sebagai teknik pengumpulan data penelitian memiliki beberapa kelebihan, antara lain dapat (1) menjangkau jumlah responden yang cukup besar, berasal dari berbagai wilayah geografis, dan dalam aktu yang relatif singkat ; (2) dikirim kepada responden, baik secara langsung maupun tidak langsung (lewat teknologi komunikasi) (3) disi oleh responden, baik secara langsung maupun diwawancarakan (langsung atau melalui media lain), baik kelompok maupun secara individu.
Tingkat keefektifan, efesiesi dan kemenarikan kuesioner sebagai teknik pengumpulan data penelitian dapat mempertinggi tingkat validitas dan representastivenees data dihasilkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: tingkat kejelian dan kecermatan dalam pemilihan dan penggunaan kata, pemilihan dan penggunanaan frasa, pemilihan dan penggunanaan istilah atau kalimat yang sesuai dengan tipe karakteristik responden dan data yang diperlukan, pemilihan alternatif bentuk pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner.
4. Teknik Wawancara
Wawancara sebagai teknik pengumpulan data penelitian, dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung, baik kepada responden maupun informan yang dipandang relevan dengan jenis data yang diperlukan. Pembeda penggunanaan istilah responden dan informan dalam konteks ini oleh Kuntjaraningrat, (2002) dapat dipilih dari dua, yaitu dari jenis data dan acuan penetapannya. Responden ditinjau dari jenis data yang diperlukan dipandang sebagai sumber penelitian untuk mendapatkan berbagai data yang terkait dengan pendapat, pendirian dan persepsi orang yang diwawancarai terhadap suatu fenomena. Sedangkan responden dari auan penetapannya merupakan representatif sampel yang diambil dengan teknik sampling tertentu dari suatu populasi yang dijadikan subjek wawancara.
Teknik wawancara dalam kegiatan pengumpulan data penelitian dapat memperkecil kendala dan kekurangakuratan dalam upaya mengidentifikasi, menggali, mengungkap, dan memerikan dan menghubungkan data penelitian (Kerlinger, 1973), bilamana dilakukan dengan respon secara tertulis atau pengamatan dari responden. Kelebihan teknik ini dalam pengumpulan data penelitian dapat dijelaskan sifat karakteristik responden, keautentikan informasi, memperkecil kesalahan persepsi, kiat interaksi.
Disamping kelebihan diatas, teknik wawancara dalam pengumpulan data penelitian juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu memerlukan waktu relatif lama, biaya yang cukup besar, petugas yang andal.
5. Teknik Pengamatan
Teknik pengamatan dalam pengumpulan data penelitian dijadikan sebagai alternatif yang utama, apabila peneliti bertujuan untuk memerikan, mengungkap dan menghubungkan variabel yang terkait dengan tingkah laku subjek kajian secara sistematis (Wellington, 2015 ; Rauf, 2008). Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa tingkah laku suatu subjek sebagai reprensentasi gejala psikologis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terkait dengan sifat ini, maka teknik untuk mengungkap fenomena tingkah laku menjadi kurang representatif, bila hanya digunakan dengan teknik kuesioner, tes atau self-invetory. Ketiga teknik pengamatan data ini dalam mengungkapak dan menghubungkan data tingkah laku, berpotensi menghasilkan data yang bias, yaitu kurang representatif untuk mengungkap ‘dia sebagai dia’ atau mengungkap ‘mereka sebagai mereka’. Potensi kelemahan ini dapat diperkecil dengan melakukan pengamatan langsung terhadap perilaku subjek yang dijadikan objek kajian.
Secara akademik, teknik pengamatan yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian dapat dipilih menjadi empat kelompok, yaitu bebas dan terfokus, langsung dan tidak langsung, alamiah dan terkendali, dan partisipan dan non-partisipan (Johson & Cristensen, 2004 ; Ibnu, dkk. 2003). Namun , dalam tataran praktis, keempat pemilihan teknik pengamatan lazimnya digunakan digunakan secara terpadu dan komprehensif, yaitu kiat pengamatan yang satu menjadi pelengkap dan bahkan melebur dengan kiat pengamatan yang lain dalam upaya mengungkap dan menghubungkan tingkah laku dalam suatu kehidupan masyarakat tertentu, untuk sampai pada tingkatan pengungkapan ‘mereka sebagai mereka’ diperlukan teknik pengamatan secara terpadu, komprehensif dan simultan. Kualitas data penelitian yang diungkap melalui teknik pengamatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kejelasan fenomena yang dijadikan objek kajian, format pengamatan, proses pengamatan dan kiat perekaman hasil amatan.
6. Teknik FGD
Teknik diskusi kelompok terfokus (FGD), digunakan dalam pengumpulan data penelitian yang bertujuan untuk mengali, mengidentifikasi, mengungkap, memerikan dan menghubungkan variabel yang dikaji, baik dalam pertimbangan secara kulitatif atau kuantutatif. Teknik pengumpulan data ini berpotensi untuk mengungkapkan dan memperdalam umpan balik (feedback) dari dari berbagai pihak secara komprehensif, efektif, efisien dan bahkan menarik terhadap masalah penelitian. Teknik ini dikatakan bersifat komprehensif, efektif , efisien karena peserta diskusi dari berbagai pihak yang terpilih berdasarkan kriteria tertentu dan dilakukan dalam forum yang terancang dan sistematis. Sedangkan dikatakan memiliki kemenarikan dari teknik ini, yaitu dalam pengumpulan data penelitian, dilaksanakan dengan adanya pembagian kelompok kelompok kecil untuk membahas topik yang relevan dengan keahlian anggota kelompok dan difasilitasi secara langsung oleh narasumber.
Tingkat efektifitas, efesiensi, kemenarikan dan validitas data yang diperoleh melalui teknik diskusi kelompok terfokus dipengaruhi oleh faktor kejelasan data yang diharapkan, persiapkan diskusi, proses diskusi dan sistem perekaman hasil diskusi. Faktor kejelasan data yang diperlukan menjadi penting, utamanya terkait dengan operasionalisasi berbagai variabel sebagai representasi masalah penelitian yang dicarikan jawaban melalui penelitian. Faktor persiapan diskusi yang berpengaruh terhadap validitas data, dalam hal ini, baik terkait ketepatan dengan pemilihan peserta diskusi, pemilihan narasumber,moderator diskusi. Faktor proses pelaksanaan diskusi yaitu tingkat kualitas dan kondusivitas interaksi berbagai pihak yang terlibat dalam diskusi yang mengarah pada data atau informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dikaji. Faktor sistem perekaman hasil diskusi yaitu kecermatan dan ketepatan kinerja notulis dalam merekam berbagai pendapat atau data yang muncul selama proses diskusi kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar (pleno)
7. Teknik dokumentasi
Teknik pengumpulan data penelitian yang dilakukan dengan menggunakan dokumentasi, lazimnya untuk mengungkap, memeriksa, dan menghubungkan karakteristik variabel yang datanya bersumber dari berbagai dokumen. Sumber data penelitian yang termasuk kelompok dokumen dapat berupa : dokumen resmi pemerintah yang berupa perundangan, peraturan dan surat edaran, atau dapat berupa buku, jurnal, surat kabar, majalah, laporan kegiatan, notulen rapat, daftar nilai, kartu hasil studi, transkip, prasasti dan yang sejenisnya. Dokumen dalam arti yang luas juga foto, rekaman dalam kaset, video, disk, artifact dan monumen (Ibnu, dkk., 2003). Data dokumen yang bersifat verbal atau nonverbal, secara subtansi dapat dipilih menjadi dokumen yang tidak memiliki makna perspektif historis dalam arti metodologi (Wellington, 2015 ; Creswall, 2010)
Tingkat validitas data penelitian yang bersumber dari dokumen yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian dipengaruhi oleh faktor ketepatan dalam menentukan jenis sumber, kecermatan, pengumpulan dan pemilihan, kejelian menelaah dan interpretasi, serta perekaman data.
b) Tahapan Pengumpulan Data
Tahapan penelitian yang dilakukan setelah menentukan teknik pengumpulan data sesuai dengan jenis data yang diperlukan adalah pelaksanaan pengumpulan data pada lokasi dan sumber data yang telah ditentukan. Secara prosedural tahapan pengumpulan data dapat dipilah menjadi dua, yaitu tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan. Kedua tahapan ini bersifat hierarkial, artinya kelancaran dan keberhasilan tahapan pelaksanaan pengumpulan data sangat tergantung pada kelengkapan dan kejelasan pada tahapan persiapan. Berbagai hal yang perlu kejelasan dan kelengakapan pada tahapan persiapan meliputi kejelasan yang terkait dengan subtansi pengumpulan data, teknis pengumpulan data, kelengkapan administrasi dan sarana pendukug lainnya. Sedangkan berbagai hal yang terkait dengan tahapan pelaksanaan pengumpulan data meliputi jenis teknis teknik pengumpulan data yang digunakan dan representativeness data yang diperlukan.
1. Tahap Persiapan
Tahapan persiapan yang terkait dengan subtansi pengumpulan data yang perlu dipersiapakan dengan baik, yaitu kejelasan tentang : tujuan pengumpulan data, variabel yang dijadikan objek penelitian, jenis data yang akan dikumpulkan, jenis dan macam instrumen yang akan digunakan. Tahapan persiapan pada subtansi data yang dikumpulkan ini, menjadi faktor antecedent terkait erat dengan upaya mempertinggi ketepatan dan kualitas data penelitian yang akan dihasilkan yang bermuara akhir pada kebenaran data yang diperoleh dan simpualan penelitian.
Tahapan persiapan yang terkait dengan teknis pengumpulan data penelitian yang perlu dilakukan antara lain: memilih dan menetapkan petugas pengumpul data, penyamaan persepsi petugas pengumpul data, pemeriksaaan kelengkapan dan ketepatan instrumen penelitian dan kesiapan logistik pelaksanaan pengumpulan data.
Tahapan persiapan yang terkait dengan administratif dapat berupa kelengkapan surat tugas bagi pengumpul data, surat izin penelitian dari pejabat yang berwenang pada wilayah geografis yang dijadikan tempat penelitian, deskripsi tugas, termasuk yang terkait dengan hak dan kewajiban petugas pengumpul data sebelum, selama, dan setelah penelitian serta pedoman pelaksanaan (prosedur operasional baku, SOP) penelitian.
2. Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan pengumpulan data penelitian sebagai representasi kegiatan yang dilakukan oleh para petugas pengumpul data untuk mengungkap, memerikan dan merekam berbagai data penelitian sesuai dengan prosedur operasional baku yang telah ditetapkan. Secara umum tehapan pelaksanaan pengumpulan data ini dapat dipilih menjadi saat petugas mendatangi lokasi sumber data, kiat penggunaan instrumen pengumpulan data, kiat manajemen data yang dihasilkan sesuai dengan format yang telah ditetapkan.
Tahapan petugas datang ke lokasi sumber data. Sebagai langkah awal dengan bekal persiapan pengumpulan data (substantif, teknis dan administratif), petugas pengumpul data mendatangi lokasi dan menemui sumber data yang telah ditetapkan. Dalam tahap ini petugas pengumpul data menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan pengumpulan data penelitian, menyerahkan berbagai hal kelengkapan administratif yang diperlukan dan membangun komunikasi yang baik (kondusif) kepada sumber data dan lingkungannya.
Tahapan kiat penggunaan instrumen penelitian. Tahapan ini sebagai representasi alternatif bentuk interaksi antara petugas pengumpul data dan sumber data. Bentuk interaksi antara petugas pengumpul data dan sumber data ini sangat tergantung pada karakteristik sumber data, jenis, macam instrumen dan teknik pengumpulan data yang digunakan. Misalnya, berinteraksi dengan karakteristik sumber data yang berbeda, baik wilayah geografis, budaya, latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi, mupun tingkat kosmopolitannya, tentu menuntut kiat berinteraksi yang berbeda.
Tahapan manajemen data yang dihasilkan. Akhir dari tahapan kiat penggunaan instrumen dalam tahapan pelaksanaan pengumpulan data adalah jenis dan macam data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian yang dikaji. Jenis dan macam data agar nantinya pada tahapan pengolahan dan analisis menjadi mudah, maka diperlukan kiat manajemen data yang baik. Kiat manajemen data ini sangat tergantung dari pendekatan penelitian dan teknik pengumpulan data yang digunakan.
2.1.2. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif
A. Pengertian
Kegiatan pokok atau utama dalam penelitian adalah mengumpulkan data. Pungumpulan data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif konseptual, emik post-priori, dan holistic kontekstual. Istilah Induktif Konseptual menunjuk pada salah satu karakteristik yang lebih mementingkan aspek penyusunan konsep, proposisi, atau teori. Penyusunan teori ini dilakukan dari “bawah”, artinya berdasar pada data yang telah berkumpul. Oleh karena itu , pengumpulan data dalam penelitian kualitatif umumnya tidak dimaksudkan untuk mencari informasi atau bukti dalam rangka menguji hipotesis. Itulah sebabnya mengapa proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif memerlukan waktu yang relative lebih lama dibandingkan dengan proses pengumpulan data dalam penelitian kuantitatif.
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif bersifat Emik post-priori, artinya dalam penelitian kualitatif menekankan pada upaya menemukan makna suatu realitas social sebagaimana dipahami atau dihayati oleh warga masyarakat sebagai subyek yang diteliti, dan bukan sebagaimana yang dinyatakan di dalam teori. Sikap dan tingkah laku manusia yang dinyatakan secara eksplisit sesungguhnya merupakan realitas yang sifatnya subyektif. Suatu benda, tempat, kejadian, atau peristiwa tidaklah memiliki makna untuk dirinya sendiri , melaikan diberi makna oleh manusia yang amempersepsinya . oleh karena itu dalam upaya menemukan makna tersebut , peneliti tidak bersifat apriori, sebagai konsekuensinya, peneliti harus mengumpulkan data yang sangat banyak dan beragam seperti tuturan, perilaku yang tampak, tulisan dokumen , foto, dan peralatan – peralatan yang digunakan sehari – hari.
Sedangkan bersifat Holistik Kontekstual berarti dalam memahami fenomena sosial dan tingkah laku manusia tidak cukup hanya mengamati hal-hal yang tampak secara eksplisit, melainkan juga harus melihatnya secara keseluruhan dalam totalitas konteksnya. Hal ini dikarenakan dalam pengumpulan data untuk penelitian kualitatif, keyakinan yang harus dianut peneliti adalah bahwa realitas social tidaklah tunggal, melainkan berhubungan dalam suatu keseluruhan konteks yang bermakna, sehingga perlu melihat secara menyeluruh dalam totalitas konteksnya.
Data penelitian kualitatif dikumpulkan dari sumber data yang ada di lapangan, masyarakat, kelas dan tempat – tempat lain yang menjadi lokasi penelitian. Untuk penelitian kualitatif jenis studi kasus, data yang dikumpulkan berupa informasi kualitatif tentang fakta fakta atau keterangan dari seseorang , latar social, peristiwa, atau kelompok yang sengaja diteliti untuk dipahami bagaimana subyek yang diteliti tersebut beroprasi atau berfungsi. Data kualitatif terdirir atas pengalaman, opini, perasaan, dan pengetahuan mereka yang diperoleh melalui wawancara, atau yang dicatatat dari hasil pengamatan/ observasi, seperti deskripsi tentang aktivitas orang, perilaku, dan tindakan kutipan catatan, atau pesan – pesan yang sepenuhnya diambil dari berbagai macam dokumen.
B. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga jenis teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian kualitatif, yaitu : (1) wawancara (2) observasi dan (3) studi dokumentassi.menurut beberapa ahli, ketiga teknik ini merupakan teknik dasar yag selalu digunakan oleh peneliti kualitatif di dalam melakukan penelitian – penelitiannya. (Bogdan & Biklen, 1998; Marshall & Rossman, 1989;Yin,2003,Moleong,2008). Ketiga teknik tersebut diuraikan berikut ini.
A. Wawancara
Semua penelitian kualitatif ditandai oleh pengumpulan data melalui wawancara (interview). Wawancara adalah percakapan orang – perorang(the person-to-person) dan wawancara kelompok (group interviews). Percakapan dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu peneliti sebagai pewawancara (interviewer) dan subjek atau responden sebagai terwawancara (interviewee). Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyan secara lisan kepada subjek (informan) untuk mendapatkan informasi. Wawancara kelompok (group interviews) dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada banyak orang dalam waktu yang sama. Jawaban atas pertanyaan merupakan hasil diskusi dari kelompok yang ditanya. Baik wawancara orang-per-orang maupun wawancara kelompok dapat dimaknai sebagai suatu percakapan (conversation), yaitu percakapan yang memiliki suatu tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan informasi sebagai data penelitian.
Dalam konteks penelitian, pewawancara (peneliti) mengajukan pertanyaan, dan terwawancara (informan) memberikan jawaban atau data atas pertanyaan itu. Data yang diberikan oleh informan umumnya bersifat terbuka, menyeluruh, dan tidak terbatas, sehingga membentuk suatu informasi yang utuh dan menyeluruh (holistic). Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif orang yang memberikan data atau informasi atas pertanyaan dalam wawancara disebut informan. Makin besar bantuan orang/responden/informan dalam memberikan informasi yang diperlukan peneliti semakin besar pula perannya sebagai informan penelitian. Bahkan peran yang diberikan dalam penelitian lebih spesial yang disebut sebagai "informan kunci" (key informan).
Wawancara bertujuan untuk mendapatkan bermacam-macam informasi yang khusus, tidak hanya apa yang dikatakan, tetapi juga apa yang dipikirkan, dan bahkan apa yang dirasakan orang. Wawancara juga dimaksudkan untuk mengungkap apa yang tersembunyi di balik peristiwa atau apa yang dikatakan orang tersebut (hidden). Patton (2001) mengistilahkannya “in and on someone else's mind”. Oleh karena itu wawancara dalam penelitian kualitatif memerlukan waktu yang relative lama dan menuntut kreativitas peneliti untuk bisa mengungkapkan keseluruhan apa yang ada pada diri subyek. Guba dan Lincoln (1981) menjelaskan alasan digunakannya wawancara dalam penelitian kualitatif antara lain untuk mengkontruksi seseorang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain sebagai kebulatan yang dialami pada masa lalu, memproyeksikan kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami di masa yang akan datang, dan memverifikasi, mengubah atau memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Patilima (2005) menyebut alasan wawancara karena bisa mengungkap informasi yang bersifat lintas waktu, yaitu berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Wawancara menjadi sangat penting ketika peneliti tidak bisa mengamati perilaku, perasaan, atau bagaimana orang-orang memaknai kehidupan di dunia sekitamya. Bahkan ketika peneliti tidak bisa masuk dalam situasi alamiah pada subjek yang diteliti, maka wawancara sangat penting untuk melacak fokus penelitian.
Pilihan wawancara sebagai cara utama dalam mengumpulkan data penelitian kualitatif didasarkan pada macam-macarn informasi yang diperlukan, dan seberapa tepat wawancara tersebut digunakan. Wawancara dapat dirancang dan dilakukan secara berentang mulai dari situasi yang sangat formal sarnpai dengan situasi yang sangat informal, atau dari pertanyaan yang sangat terstruktur sarnpai dengan pertanyaan yang sangat tidak terstruktur
1. Wawancara Terstruktur
Keterstrukturan wawancara dalam penelitian kualitatif dapat dilihat dari keteraturan pertanyaan dan jawaban, yang memiliki ciri – ciri berikut :
(1) kata-kata dalam pertanyaan sudah ditentukan secara terstruktur,
(2) pilihan jawaban sudah disediakan, dan
(3) bentuk pertanyaannya sejenis angket.
Oleh karena itu, biasanya pertanyaan-pertanyaan itu disiapkan secara tertulis dengan struktur urutan yang sistematis. Keterstrukturan lainnya juga bisa dilihat dari suasana pada waktu wawancara. Pada waktu wawancara berlangsung, suasana diatur secara formal yang sebelumnya telah disepakati oleh pihak peneliti dan informan (sengaja disediakan waktu khusus untuk wawancara). Wawancara terstruktur ini bisa juga disebut dengan wawancara terstandar dan terfokus. Artinya dalam waktu yang singkat (satu sampai dua jam), informan memberikan informasi atas pertanyaan peneliti yang diambilkan dari protokol/panduan penelitian atau pedoman wawancara.
Wawancara terstruktur iru penggunaannya hampir seperti survei, yaitu bertujuan untuk mengungkap suatu keadaan yang sangat umum atau kelaziman suatu fenomena, misalnya persepsi masyarakat terhadap program perbaikan lingkungan, pendapat masyarakat tentang proses pendidikan di sekolah, dan sebagainya. Pada penelitian kualitatif khususnya studi kasus, wawancara terstruktur ini dimaksudkan untuk melihat konsistensi keterangan tentang proses-proses yang kausal (saling berpengaruh) baik pada pribadi maupun pada masyarakat luas.
Kelemahan pada wawancara yang terstruktur untuk penelitian kualitatif adalah adanya pertanyaan-pertanyaan yang kaku, sehingga tidak akan bisa memberikan kesempatan kepada peneliti untuk masuk pada pandangan dan dunia subjek yang diteliti. Penggunaan wawancara terstruktur dalam penelitian kualitatif hanya dimaksudkan untuk mendapatkan data sosial-demografi dari responden atau informan, seperti data tentang usia, pendapatan, status perkawman, pendidikan formal, pengalaman pekerjaan, dan sebagainya.
Koentjaraningrat (1986) cenderung menggunakan wawancara tertruktur untuk kepentingan yang berhubungan dengan penggunaan sampel yang representatif dari orang-orang yang diwawancarai yang disebut responden. Untuk rnernperoleh suatu informasi baru itu, maka digunakanlah teknik snowball sampling.
2. Wawancara Tidak Terstruktur (open ended interview) dan Wawancara mendalam (in-depth interview)
Bagaimanapun dalam investigasi kualitatif diperlukan wawancara yang lebih terbuka (open ended interviewing). Pada tipe wawancara ini, pertanyaan yang diajukan sangat bergantung pada pewawancara itu sendiri. Peneliti tidak menggunakan panduan yang berisi pertanyaan sebagaimana yang telah disiapkan seperti pada wawancara terstruktur. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berisi garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Jenis wawancara ini juga termasuk dalam kategori wawancara mendalam (in-depth interviewing), wawancara intensif (intensive interviewing), dan wawancara tidak terstruktur (unstructured interviewing) (Mantja, 2007).
Tipe wawancara yang tidak terstruktur ini memungkinkan responden atau informan untuk dapat mengungkap secara lebih dalam tentang dunianya yang unik. Hubungan pewawancara (peneliti) dengan terwawancara (informan) terjalin secara wajar seperti suasana yang biasa terjadi sehari-hari. Pertanyaan dan jawaban berjalan seperti dalam percakapan sehari-hari, bahkan bisa terjadi terwawancara tidak menyadari atau tidak mengetahui kalau dirinya sedang diwawancarai.
Wawancara tidak terstruktur ini juga bisa disebut wawancara etnografis (Mantja, 2007), yaitu wawancara yang bermaksud untuk memahami mengapa subjek memilih suatu cara atau pilihan tertentu, dan bagaimana pilihan itu dirundingkan di antara anggota dalam komunitas subjek. Wawancara tidak terstruktur atau wawancara etnografis ini bersifat luwes. Artinya, susunan pertanyaan, bahasa, dan susunan kata dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Mulyana (2003) memandang wawancara tidak terstruktur dalam penelitian kualitatif ini sebagai interaksi sibolik, yaitu wawancara yang menghasilkan kreasi interaksional antara kedua belah pihak (yang mewawancara dan yang terwawancara).
Digunakannya wawancara tidak terstruktur dimaksudkan agar peneliti dapat menggali data sebanyak-banyaknya yang diperlukan tanpa mengurangi informasi dan makna alamiah dari proses penggaliannya. Di samping itu, peneliti juga dimungkinkan dapat mencatat respon afektif yang tampak selama wawancara berlangsung dan dapat memilah pengaruh pribadi peneliti yang mungkin mempengaruhi hasil wawancara. Menurut Glesne dan Peshkin (1992) wawancara semacam ini secara psikologis lebih bebas sehingga tidak melelahkan dan menjemukan informan.
3. Wawancara Semi Terstruktur (Semi-Structure)
Di banyak penelitian kualitatif, peneliti menggabungkan kedua tipe wawancara tersebut di atas (wawancara terstruktur dan tidak terstruktur) dalam penelitiannya. Begitu juga penyebutannya tidak begitu jelas karena ketiganya digunakan secara simultan, bahkan bersamaan dengan teknik pengumpulan data jenis lainnya seperti pengamatan dan analisis dokurnen. Alternatif penggabungan ini lah yang sering disebut wawancara semi terstruktur.
Pada wawancara ini peneliti mengacu pada topik-topik pertanyaan yang sudah ditentukan yang sengaja dirancang untuk semua responden yang ada dalam kasus (wawancara terstruktur), tetapi pada waktu yang bersamaan, untuk bagian-bagian tertentu dirancang dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden bisa mengeksplorasikan dunianya (wawancara tidak terstruktur). Wawancara tidak terstruktur dig,unakan ketika peneliti tidak dapat mengetahui secara memadai tentang gejala yang akan ditanyakan. Bisa jadi peneliti tidak menyiapkan rumusan pertanyaan, dan inilah sebenarnya esensi dari "exploratory" dalam penelitian.
Pada wawancara semi terstruktur, peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur untuk mendalami subyek yang diteliti dalam studi kasus. Umumnya wawancara tidak tersetruktur dilakukan di tengah-tengah berlangsungnya pengumpulan data bersamaan dengan teknik lain (terutama pengamatan) untuk memberi kesempatan kepada informan mengungkapkan secara menyeluruh dari suatu peristiwa.
Pada tahapan awal, peneliti berusaha mendapatkan informasi awal tentang berbagai issu atau permasalahan yang ada pada subyek. Dari data awal inilah peneliti bisa menentukan secara pasti fokus yang akan diteliti. Dari wawancara tidak terstruktur tersebut selanjutnya informan dibawa ke wawancara terstruktur. Informasi yang dijaring dengan wawancara terstruktur ini sifatnya sudah mengarah pada fokus masalah penelitian, namun sifatnya masih pengenalan fokus secara umum. Wawancara terstruktur ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur yang telah dikurnpulkan sebelumnya sebagai langkah penjajakan. Selanjutnya bisa juga dilakukan wawancara tidak terstruktur lagi untuk memberikesempatan kepada informan lebih bebas menyampaikan seluruh inforrnasi yang diketahuinya. Begitu seterusnya kombinasi penggunaan dalam bentuk semi tertruktur bisa dilakukan secara silih berganti, bersamaan, bahkan silih berganti dan bersamaan pula dengan teknik yang bersamaan lainnya
B. Pengamatan atau Observasi (observation)
Pengamatan atau observasi (observation) merupakan teknik yang biasa digunakan dalam pengumpulan data penelitian kualitatif di samping atau untuk melengkapi teknik wawancara. Mengamata pada hakekatnya menatap benda, kejadian, gerak, atau proses. Dalam penelitian, pengamatan dapat diartikan sebagai melihat pola perilaku manusia atau obyek dalam suatu situasi untuk mendapatkan informasi tentang fenomena yang diminati.
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981) sebagai berikut ini.
1. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung. Tampaknya pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang menyakinkan, biasanya peneliti ingin menanyakannya kepada subjek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut, maka cara yang ditempuh adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.
2. Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
3. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
4. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti pada waktu wawancara, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang jcelint atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa, atau pada saat wawancara terjadi jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Cara yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan memanfaatkan pengamatan.
5. Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.
6. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, maka pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat. Misalnya, seseorang mengamati perilaku bayi yang belum bisa berbicara, atau mengamati orang-orang yang berkelainan jiwa dan sebagainya.
Jika diikhtisarkan, maka secara metodologis penggunaan pengamatan dalam penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai berikut:
(1) mengetahui peristiwa secara langsung dan dengan tatap mata sendiri,
(2) mencatat peristiwa, kejadian, dan dalan perilaku sebagaimana yang terjadi dan dalam keadaan yang sebenarnya,
(3) melengkapi keraguan (kemungkinan bisa) terhadap data yang didapat dari wawancara,
(4) memahami situasi yang rumit dan kompleks yang hanya bisa digambarkan d engan mengamati langsung, dan
(5) mengetahui kasus-kasus tertentu yang sulit didapat dengan teknik lainnya.
Bertolak dari alasan mengapa peneliti menggunakan teknik pengamatan, dapat juga disimpulkan bahwa ada banyak kelebihan digunakannya pengamatan. Kelebihan itu antara lain:
(1) pengamatan merupakan teknik yang langsung dapat digunakan untuk memperhatikan berbagai gejala,
(2) banyak aspek tingkah laku manusia ataupun situasi yang hanya dapat diteliti melalui pengffinatan langsung,
(3) pengamatan memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting,
(4) pengamatan sangat baik dipergunakan sebagai teknik untuk melengkapi- dan mengecek fakta atau data yang diperoleh dengan alat pengumpul data lain, dan
(5) dengan pengamatan, pengamat tidak memerlukan bahasa verbal untuk berkomunikasi dengan obyek yang diteliti.
Dalam banyak penelitian kualitatif, peneliti memilih pengamatan sebagai teknik utama dalam pengumpulan datanya. Untuk dapat menggunakan teknik pengamatan secara benar, maka peneliti harus memahami terlebih dahulu variasi pengamatan dan peran-peran yang harus dilakukan oleh peneliti. Untuk itulah, Merriam (1998) menulis bagian khusus dalam bukunya untuk para peneliti, yang diberi judul "Being a careful observer"
Dilihat dari peran peneliti dalam pengamatan, maka secara umum ada tiga macam pengarnatan yang bisa diperankan oleh peneliti:
(1) pengamatan partisipan, yaitu pengamatan ikut aktif dalam kegiatan yang diamati;
(2) pengamatan nonpartisipan; yaitu pengamatan dimana pengamat tidak ikut aktif di dalam bagian kegiatan yang diamati (pengamat hanya mengamati dari jauh); dan
(3) pengamatan kuasi Partisipasi; yaitu pengarnatan dimana pengamat seolah-olah turut berpartisipasi, tetapi yang sebenarnya hanya berpura-pura saja dalam kegiatan yang diamati.
Namun,dalam penelitian kualitatif, tipe peran peneliti dalam pengamatan berentang dari sebagai partisipan penuh sampai dengan sebagai pengamat penuh
1. Partisipan Penuh
Partisipan penuh (complete participant) dalam hal ini adalah penganlat (peneliti) terlibat secara penuh sebagai partisipan, bahkan menjadi anggota penuh (insider) dari kelompok yang diamati. Dengan demikian ia dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkannya, temasuk yang dirahasiakan sekalipun. Sebagai contoh, seorang guru di suatu sekolab terlibat dalam suatu proyek penelitian yang ingin memprofilkan "sekolah model". Sekolah yang akan diprofilkan adalah sekolahnya sendiri. Untuk keperluan itu, dilakukanlah pengamatan terhadap sekolahnya termasuk semua aktivitas gurunya. Dalam hal ini, guru yang bersangkutan termasuk bagian dari yang diamati, dan sekaligus ia juga yang mengamati. Ia bisa mengamati kapan saja dan dalam hal apa saja yang dikehendaki, termasuk bagian-bagian yang tergolong "undercover" sekalipun. Namun, karena ia terikat dengan etika penelitian, maka ia tidak mengatakan kepada teman guru yang lain bahwa mereka sedang diamati, sehingga antara dirinya dan guru-guru lain melakukan aktivitas yang wajar dan alamiah tanpa ada perilaku yang dibuat-buat
2. Partisipan Sebagai Pengamat
Partisipan sebagai pengamat (participant as observer) dalam hal ini peneliti sebagai anggota kelompok yang diamati (insider). Ketika ia melakukan pengamatan (sebagai peneliti), keanggotaannya dalam kelompok yang diamati hanya pura-pura, jadi tidak melebur dalam arti sesugguhnya. Dengan demikian, masih membatasi para subjek yang diamati, sehingga kelompok masih bisa memberikan informasi yang dibutuhkan terutama yang bersifat rahasia. Sebagai contoh, pada guru yang profil "sekolah model" sebagaimana dicontohkan di atas. Guru tersebut pada waktu tertentu ketika tidak diamati berperan sebagai partisipan penuh. Tetapi, pada waktu yang lain ketika ia berperan sebagai pengamat, ia hakikatnya menarik diri dari kelompok yang diamati. Pada waktu itu, keanggotaannya sebagai partisipan hanya tentatif saja sehingga tidak mengganggu kelompok yang diamati. Pada saat ia menarik diri dari kelompok tadi, ia mengatakan bahwa kelompok sedang diamati.
3. Pengamat Sebagai Partisipan
Partisipan Pengamat sebagai partisipan (observer as participant) dalam hal ini adalah peran sebagai pengamat (peneliti) lebih banyak dari sebagai partisipan. Peranan pengamat sebagai partisipan semata-mata merupakan bagian dari kegiatan penelitian dan bukan karena keanggotaannya dalam kelompok yang diamati (outsider). Sebagai peneliti, pengamat tidak memiliki waktu yang banyak di lapangan. Perannya sebagai partisipan, dalam hal ini hanya dibatasi pada interaksinya dengan partisipan.. Pada wak-tu menjadi partisipan, ia mengatakan kepada kelompok bahwa mereka sedang diamati. Sebagai contoh seorang peneliti yang bernegosiasi apakah ia harus masuk dalam suatu pertemuan untuk mempelajari kelas (sebagai partisipan), atau ia cukup mengamati dari luar saja. Pada alchimya, peneliti memutuskan kedua-duanya dijalankan, yaitu pada kelas yang satu ia masuk kelas, dan pada kelas yang lain ia mengamati dari luar saja.
4. Pengamat Penuh
Pengamat penuh (complete observer), dalam hal ini pengamat (peneliti) betul-betul berada di luar (outsider) dari kelompok yang diamati. Biasanya hal ini terjadi pada pengamatan suatu eksperimen di laboratoriurn yang menggunakan kaca/jendela sepihak (one way screen/window). Peneliti dengan bebas mengamati secara jelas subjeknya dari belakang kaca/jendela, sedangkan subjek yang diamati sama sekali tidak mengetahui kalau mereka sedang diamati. Pengamatan jenis ini tentu kurang dianjurkan dalam penelitian kualitatif yang bermaksud untuk mendalami suatu peristiwa
Memang, tingkat kedalaman keikutsertaan peneliti dan perannya dalarn pengamatan sangat beragam tergantung pada latar dan tujuan penelitiannya. Derajat peran selain dilihat dari empat tingkatan sebagaimana terebut di atas, Spratley yang dikutip oleh Maritja (2007) juga membagi empat tingkat peran partisipan secara kontinum sebagai berikut (1) partisipasi penuh (lengkap), (2) partisipasi aktif, (3) partisipasi moderat, dian (4) partisipasi pasif.
1. Partisipasi penuh atau lengkap (complete participation). Dalam hal ini, peneliti mengamati orang/objek yang diamati sambil ia secara langsung terlibat seluruh kegiatan yang diamati. Dalam suasana peneliti secara kasat mata tidak tampak melakukan penelitian/ pengamatan.
2. Partisipasi aktif (active participation). Dalam hal ini, peneliti mengamati orang/objek yang diamati sambil ia terlibat dalam sebagian banyak kegiatan yang diamati (terlibat banyak tetapi tidak lengkap/tidak semuanya).
3. Partisipasi moderat (moderate participation). Dalam hal ini, peneliti mengamati orangiobjek yang diamati sambil ia terlibat dalam sebagian (separoh) kegiatan yang diamati. Pada suasana ini, terdapat keseimbangan peneliti sebagai orang luar (yang mengamati) dan sebagai orang dalam yang teribat dalam kegiatan yang diamati.
4. Partisipasi pasif (passive participation). Dalam hal ini, peneliti mengamati orang/objek yang diamat, tetapi ia tidak terlibat dalam kegiatan yang diamati.
Pembagian lain juga dilakukan oleh Mantja (2007) yang sependapat dengan Lofland dan Lofland bahwa ada enam tingkatan peran yang dimairtkan oleh peneliti dalam pengamatan, yaitu
(1) mengamati dari luar (jauh),
(2) hadir secara pasif,
(3) berinteraksi tetapi terbatas,
(4) aktif namun terkendali,
(5) mengamati sebagai partisipan, dan
(6) berperanserta dengan identitas yang tersembunyi
Fokus yang Diamati dalam Pengamatan
Manusia sebagai pengamat tidaklah mungkin bisa mengarnati semua hal suatu peris-tiwa. Untuk itu, fokus pengamatan harus ditentukan. Fokus dalam pengamatan penelitian kualitatif pada dasarnya sudah dirumuskan sejak studi itu dirancang. Fokus merupakan bagian terpenting dari penelitian kualitatif, dan fokus inilah yang mengarahkan pelaksanaan suatu pengamatan. Fokus berkaitan dengan tujuan penelitian, dan tujuan ini berkaitan dengan minat apa yang akan diamati.
Para peneliti kualitatif urnumnya mengawali penelitiannya dengan serangkaian wawancara dan pengamatan inforrnal. Dari hasil pengamatan informal inilah kemudian peneliti dapat mengambil sikap peran apa yang akan ditempuh dalam pengarnatan. Pengamat yang telah berpengalarnan mengarahkan perhatian pengamatannya pada jenis kegiatan dan peristiwa tertentu yang memberikan informasi dan pandangan yang benar-benar berguna. Strategi mengarahkan perhatian pengamatan secara khusus demikian pada dasarnya dibimbing oleh kepekaan perasaan pengamat. Dengan bermodalkan fokus studi dibenaknya, pengamat hanya bergantung pada kemampuan kepekaannya untuk menyorotkan "lensa" pengamatannya. Berdasarkan arahan kepekaan perasaan tersebut pengamat dapat mengamati jenis peristiwa, kegiatan, atau perilaku tertentu yang memang penting untuk diamati. Tidak ada yang sepakat untuk menentukan apa yang penting diamati dalam penelitian kualitatif, tetapi beberapa peneliti yang dikutip oleh Merriam (1998) memberikan rambu-rambu sebagai berikut:
1. Latar fisik (the physical setting); yaitu mengamati lingkungan fisik, yang mencakup apa objeknya, sumber, teknologi. Misalnya seperti apa kantornya, ruang kelas, perpustakaan, dan sebagainya.
2. Partisipan (the participants); yaitu mengamati pelaku, yang mencakup siapa yang terlibat, berapa banyak orang yang berperan, alat apa yang dibawa mereka, siapa yang diikuti, karakteristik partisipan apa yang relevan, dan seterusnya.
3. Aktivitas dan interaksi (activities and interactions); yaitu mengamati apa yang sedang terjadi, apakah ada yang menentukan rangkaian aktivitasnya, bagaimana orang-orang berinteraksi satu dengan yang lain, norma dan struktur aturan apa yang dipakai dalam berinteraksi, dan sebagainya.
4. Percakapan (conversation); yaitu mengamati seperti apa latar dari isi percakapan, siapa yang berbicara dan kepada siapa, siapa yang mendengarkan, dan sebagainya.
5. Sejumlah bagian faktor (subtle factors); yaitu hal-hal berikut mungkin dianggap kecil/remeh, tetapi perlu diamati, misalnya: aktivitas-aktivitas yang tidak terencana/tidak terduga, simbol-simbol dan kata-kata yang mengandung makna khusus, komunikasi nonverbal seperti baju, raut muka, dan sebagainya terutama yang menggambarkan keorisinilan sesuatu yang tidak biasa terjadi.
6. Perilaku peneliti sendiri (your own behavior), yaitu jika peneliti sebagai partisipan, bagaimana perannya, termasuk jika sebagai pengarnat, apa pengaruhnya terhadap rangkaian pengamatan, termasuk juga perlukan pengamat memberi komentar.
Untuk memperluas wawasan tentang obyek yang diamati, Sugiyono (2008) memperluas dengan sembilan komponen, yaitu:
1. Place, yaitu tempat kegiatan itu berlangsung, atau bisa dimaknai ruang dalam aspek fisiknya;
2. Actor, yaitu pelaku atau orang yang memainkan peran, atau bisa dimaknai orang yang terlibat dalam kegiatan itu;
3. Activity, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh aktor, atau bisa dimaknai seperangkat kegiatan yang dilakukan orang;
4. Object, yaitu obyek atau benda-benda yang ada di tempat itu;
5. Act, yaitu tindakan atau perbuatan tertentu yang dilakukan oleh orang;
6. Event, yaitu kejadian atau peristiwa, atau bisa dimaknai rangkaian aktivitas yang dkerjakan oleh orang-orang;
7. Time, yaitu waktu atau urutan waktu kejadian;
8. Goal, yaitu tujuan atau sesuatu yang ingin dicapai oleh orang-orang;
9. Feeling, yaitu perasaan atau emosi yang dirasakan dan diekspresikan oleh orang-orang.
Guna melengkapi apa yang seharusnya dapat diamati, Patton (dalam Moleong, 2008) menyatakan bahwa hal itu bergantung pada jenis variasi pendekatan pengamatan yang diperankan oleh pengamat itu sendiri. Ada lima dimensi pada suatu kontinum, yaitu:
1. Berkenaan dengan peranan pengamat yang diamati. Peranan pengamat itu ialah pada latar pengamatan sebagian, atau pengamatan oleh orang luar.
2. Berkenaan dengan gambaran peranan peneliti terhadap yang lainnya. Pada pengamatan terbuka, subjek mengetahui persis bahwa pengamatan sedang dilakukan oleh seorang pengamat. Pada situasi lainnya; pengamat hanya diketahui oleh sebagian, sedangkan sebagian lainnya tidak mengetahuinya. Situasi lain lagi, yaitu pada pengamatan tertutup, subjek sama sekali tidak mengetahui kehadiran pengamat tidak mengetahui bahwa sedang diadakan pengamatan.
3. Berkenaan dengan gambaran maksud pengamat terhadap lainnya. Pada sisi yang satu, kepada seluruh subjek diberitahukan maksud tujuan pengarnatan. Penjelasan tentang maksud barangkali hanya diberitahukan kepada sebagian subjek, yang ya tidak diberitahu. Pada pengamatan tertutup maksud itu tidak diberitahukan sama sekali. Masih ada lagi yang lainnya, yaitu dengan sengaja peneliti memberitahulcan malcsudnya, tetapi secara tersamar atau disembunyikan atau barangkali maksudnya dibuat terbalik.
4. Berkenaan dengan lamanya pengamatan dilakukan. Pengamatan dilakukan hanya pada saat yang singkat, misalnya satu jam, barangkali secara berulang. Di pihak lain pengamatan dilakukan untuk jangka waktu yang lama, barangkali berbulan-bulan atau menahun, seperti pengamatan berganda.
5. Berkenaan dengan fokus suatu pengamatan. Di satu sisi fokus studi untuk keperluan pengamatan sangat sempit. Di pihak lain fokus studi itu secara meluas, yaitu dari segi pandangan keutuhan (holistik), jadi mencakup seluruh latar dengan unsur-unsurnya.
Persoalan Pengamat Sebagai yang Diamati
Ada dua macam kemungkinan situasi ketika pengamat sebagai orang yang diamati. Pertama, peranan pengamat pasif, diam, ia hanya mencatat, tidak memperlihatkan ekspresi apa-apa. Namun, perlu diperhatikan bahwa biasanya peranan pasif demikian tidak akan efektif dalam penjaringan data. Kedua, sebaliknya pengamat bertindak aktif tidak hanya mengamati, tetapi dalam keadaan tertentu berbicara, berkelakar, sebagainya. Jika kehadirannya aktif, ia sendiri sebagai pengamat diamati juga oleh para subjek, sehingga keaktifannya akan mempengaruhi pengamatannya. Peranan aktif demikian sangat diharapkan, tetapi sebaliknya bisa mempengaruhi subjek sehingga informasi yang diperolehnya terkotori oleh kehadiran keaktifannya. Persoalan yang muncul sehubungan dengan hal itu ialah apabila ia aktif, ia akan diamati sehingga menimbulkan penibahan; tetapi sebaliknya, kehadiranrtya secara pasif tanpa melakukan sesuatu akan dapat menimbulkanperubahan juga. Bagaimanakah hal itu dapat diatasi? Dalam hal demikianpeneliti perlu berasumsi bahwa perubahan seperti itu tanpa kehadirannya pun akan terjadi sehingga peng-umpulan datanya dapat terus dilakukan. Dalarn menghadapi persoalan demikian hendaknya Peneliti bertindak wajar, manusiawi, tidak berkelebihan (over acting), berbicaralah, tersenyumlah, berkelakarlah sebagaimana adanya. Dalam kaitan dengan hal ini, peneliti memasukkan peran para subjeknya ke dalarn dirirtya. Dari sisi ini, ia sebagai pengamat perlu mengorganisasi tindakannya. Hal ini berarti bahwa tindakannya secara sosial dapat diterima secara alamiah. Dengan mengetahui kehadirannya, dalam waktu yang relatif singkat para subjek akan bertindak wajar.
Sebagai partisipan (berperan serta), peneliti perlu bergaul dalam segala segi dengan para subjeknya, dan secara sosial perlu memandang bahwa mereka sama dengan dirinya dalam segala hal. Namun, sebagai peneliti ia bekerja atas dasar seperangkat konsepsi dan pelaksanaannya. Perangkat konsepsi dan pelaksanaannya itu membuatnya terarah kepada suatu strategi kerja tertentu. Jadi, dalam situasi pengamatan berperan serta ia mengalami bersama, hidup bersama dengan para subjeknya, namun hubungan demikian perlu diakhiri setelah peneliti mulai menganalisis data dan berperan sebagai analis. Pada tahap ini ia benar-benar meninggalkan seluruh kesan perasaannya dan menggunakan pikiran dan logikanya untuk menganalisis data secara tepat.
Sebagai pengamat yang diamati, peneliti hendaknya menjadi siswa yang baik pada latar penelitian, sabar, toleran, dan simpatik. Penampilannya harus wajar, ia harus menerirna apa yang dilihat dan didengarnya tanpa motivasi apa-apa. Jika ada pertentangan dalam diskusi, ia tidak boleh memihak walaupun dia diminta untuk itu. Ia hendaknya penuh pertimbangan, sopan, tetapi tidak pemalu, dan jangan memaksa. Ia tidak boleh tenggelam ke dalam suatu hubungan intim walaupun dalam rangka pengumpulan informasi. Ada banyak hal yang mempengaruhi kecermatan pengamatan, yaitu
(1) ada tidaknya prasangka pengamat tentang obyek yang diamati,
(2) kemampuan fisik pengamat dalam melakukan pengamatan,
(3) kemampuan pengamat untuk mengingat dan memusatkan perhatian,
(4) kernampuan pengamat dalam menghubungkan fakta satu dengan fakta lainnya yang timbul selama pengamatan,
(5) kemampuan pengamat untuk menggunakan alat pencatat/perekam,
(6) kemampuan pengamat untuk memahami situasi keseluruhan dari hal-hal yang diamati, dan
(7) ketepatan dalam menggunakan alat pencatat/ perekam
Kelemahan Pengamatan
Pada pelaksanaan pengamatan, baik dari segi praktis maupun dari segi pengamat sendiri, terdapat beberapa kelemahan. Dari segi teknik
pelaksanaart, kelemahan pengamatan terletak pada beberapa hal antara lain:
1. Pengamat terbatas dalam mengamati karena kedudukannya dalam kelompok, hubungannya dengan anggota, dan yang semacamnya.
2. Pada pengamatan berperan serta (partisipasi), sering sulit memisahkan diri walaupun hanya sesaat untuk membuat catatan hasil pengamatannya. Hasil pengarnatan berupa sejumlah besar data sering memerlukan
3. memakan waktu yan.g relatif larna untuk menganalisisnya.
4. Dalam situasi pengamatan berperan serta, pengamat cenderung melakukan pengamatan secara tidak sistematis. Untuk itu hendaknya penelitiipengamat selalu siap dengan jadwal pengamatan agar hal demikian tidak terjadi.
5. Dari segi pengamat sendiri, sukar untuk mengatasi hal itu jika padanya tidak ada umpan balik. Walaupun demikian, seperti sudah dikemukakan, mungkin saja dapat diatasi jika kehadirannya akan membawa pengaruh pada latar.
Di samping itu, jika ditelusuri sebagai teknik pengumpul data, pengamatan memiliki beberapa kelemahan yang lain, antara lain:
1. Banyak hal yang tidak dapat diungkap dengan penamatan. Misalnya kehidupan pribadi seseorang yang sangat dirahasiakan.
2. Apabila obyek pengamatan mengetahu bahwa dia sedang diamati, maka bisa jadi ia melakukan kegiatannya dengan tidak wajar.
3. Pengamatan banyak tergantung dari faktor yang tidak terkontrol.
4. Faktor subyektif pengamat sulit dihindarkan.
5. Timbulnya suatu kegiatan /kejadian yang hendak diamati tidak dapat dipastikan sehingga pengamat sulit menentukan waktu yang tepat untuk melakukan pengamatan.
Kelemahan-kelemahan pelaksanaan yang diungkapkan di atas tentu saja jangan sampai melemahkan semangat tekad peneliti untuk memanfaatkan teknik yang pengamatan ini. Dengan mengetahui kelemahannya, justru seorang peneliti menyadarinya, kemu dian rnenciptakan strategi taktik untuk mengatasinya apabila sudah berada di lapangan penelitian. Di samping itu, hendaknya sebelum terjun ke latar Penelitian yang sebenarnya calon peneliti atau peneliti hendaknya dilatih terlebih dahulu. Latihan tersebut akan menajamkan kemampuan calon peneliti untuk mendengar, melihat, merasakan, menghayati, kemampuan mencatat yang diperlukan. Latihan itu hendaknya dibimbing oleh ahli yang sudah banyak berpengalaman, hasilnya dibahas, kelemahan-kelemahan diungkapkan, dicontohkan bagaimana mengatasinya, dan sebagainya. Latihan demikian hendaknya pada awalnya dilakukan pada latar buatan berakhir pada latar sebenarnya. Dengan demikian kiranya kemampuan mengadakan pengamatan yang baik akan terpenuhi.
C. Dokumen dan Sekunder
Dokumen dan. Data Sekunder Dalam pengumpulan data penelitian kualitatif, selain digunakan teknik wawancara dan pengamatan, digunakan pula teknik dokumen. Teknik dokumen ini biasanya digunakan sebagai pelengkap dari kedua teknik sebelumnya (wawancara dan pengamatan). Untuk itu, Johnson dan Christensen (2004) menyebutnya sebagai data sekunder (secondary data) yang melengkapi data primer yang diperoleh dari wawancara dan pengamatan. Dokumen adalah catatan atau bahan yang menggambarkan suatu peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang atau organisasi kelembagaan. Dokumen yang berupa tulisan misalnya antara lain: buku harian, laporan, sejarah kehidupan, ceritera, peraturan, surat, dan sebagainya. Dokurnen dalam bentuk gambar misalnya antara lain: foto, sketsa, gambar hidup, dan sebagainya. Sedangkan dokumen dalam bentuk karya misalnya antara lain: karya seni, patung, film, dan sebagainya. Teknik dokumen adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat, prasasti, notulen rapat, agenda, arsip, dan lain-lain, termasuk juga dokumen yang ditulis oleh subjek secara pribadi seperti: otobiografi, buku harian, jurnal, surat-surat, photograpic, video equipment, dan sebagainya. Dibandingkan dengan kedua teknik sebelumnya (wawancara dan pengamatan), teknik dokumentasi tidak begitu sulit karena yang dijadikan data adalah benda mati, sehingga apabila terjadi kekeliruhan sumber datanya masih tetap dan tidak berubah.
Yang tergolong dokumen dan data sekunder menurut Johnson dan christensen (2004) adalah:
1. Dokumen Resmi (official documents)
Dokumen resmi (official documents), yaitu bahan atau catatan yang dibuat atau disusun secara formal baik untuk kepentingan dan keperluan internal maupun eksternal kelembagaan. Dokumen resmi untuk kepentingan internal menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan memberi petunjuk tentang perilaku individu dalam organisasi dan kepemimpinan. Yang tergolong dokumen internal antara lain: buku laporan, pengumuman, surat keputusan, memo, notulen rapat, tata tertib, agenda, arsip, curriculum vitae, dan sebagainya. Sedangkan yang tergolong dokumen eksternal berisi bahan atau informasi yang ditulis atau dihasilkan oleh lembaga sebagai media penyebarluasan bagi keperluan pihak luar yang membutuhkan. Yang tergolong dokumen eksternal antara lain surat kabar, majalah, jurnal, buletin, berita, dan sebagainya.
2. Dokumen Pribadi (personal dokuments)
yaitu catatan atau bahan yang ditulis atau dibuat oleh seseorang yang menggambarkan pengalaman, peristiwa, dan atau perasaan seseorang sebagai individu atau pribadi. Yang termasuk dokumen pribadi ini antara lain: buku harian (diaries), surat pribadi (letters), riwayat hidup (autobiography), foto/video pribadi/keluarga, gambar, dan sebagainya. Dalam pengumpulan data penelitian kualitatif, penggunaan dokumen pribadi ini harus dicermati secara hati-hati karena tidak semua dokumen (terutama dokumen pribadi) memiliki keotentikan dan keakuratan yang tinggi. Sebagai contoh banyak foto yang tidak mencerminkan keadaan aslinya. Begitu juga otobiografi yang ditulis untuk dirinya sendiri seringkali mengandung subyektivitas yang tinggi
3. Data Fisik (physical data)
dalam hal ini termasuk di dalamnya tempat-tempat dan benda fisik yang diperuntukkan sebagai alat untuk menelusuri bermacam-macam aktivitas. Misalnya museum, perpustakaan, saluran radio, saluran telepon, papan pengumuman, dan sebagainya
4. Data Penyelidikan yang disimpan/arsip (archived research data)
yaitu data hasil penelitian yang dapat digunakan -untuk penelitian berikutnyafianiutan. Data hasil penelitian ini biasanya disimpan dalam bentuk prinout atau dalam bentuk floppy disks atau CD-ROm Misalnya data hasil penelitian perguruan tinggi yang bisa diunduh situs internet milik kementrian pendidikan dengan alamat www.dikti.org.
Analisis Isi/Dokumen
Cara memanfaatkan dokumen sebagai data penelitian adalah dilakukan dengan analisis isi (content analysis) atau analisis dokumen. Analisis isi adalah upaya peneliti secara sistematis untuk mempelajari isi/bahan dokumen, dan menemukan karakteristik pesan serta menarik suatu kesimpulan. Sebelum dilakukan analisis sebagai data penelitian, maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah dokumen itu otentik dan akurat. Untuk itu, pertanyaan-pertanyaan yang antara lain berikut ini perlu dijawab terlebih dahulu untuk memastikan bahwa dokumen layak sebagai data penelitian.
1. Bagaimana sejarah adanya dokumen itu?
2. Bagaimana yang dilakukan, sehingga dokumen itu bisa sampai di tangan peneliti?
3. Apakah dokumen itu lengkap dan orisinil pembuatannya?
4. Adakah bagian dari dokumen itu yang rusak atau diedit?
5. Siapakah yang membuat dokumen itu?
6. Adakah unsur bias dari pembuatan dokumen itu?
7. Dan sebagainya.
Hal yang sangat penting juga harus dipastikan bahwa dokumen yang dijadikan data adalah diambil dari sumber primer dan bukan sumber sekunder. Sumber primer yang paling baik adalah yang mencerminkan adanya catatan waktu dan tempat terjadinya peristiwa yang diambil secara langsung dari orang yang berkualitas (bukan perantara). Jika sudah dipastikan bahwa dokumen itu otentik, maka analisis dapat dimulai dengan mengembangkan dan mengadopsi sistem kode (coding) dan katalog (cataloging). Setelah itu, semua dokumen tulis harus dicopy, termasuk dokumen photo dan video.
Esensi dari analisis dokumen adalah prosedur yang sistematis untuk mendeskripsikan isi yang dikomunikasikan melalui dokumen. Guba da Lincoln (1981) menyarankan agar peneliti yang menggunakan analisis isi dilakukan dengan prosedur "aturan— data —aturan — data, dan seterusnya". Memang tradisi penelitian belum ada cara yang dapat dipedomani dalam melakukan analisis dokumen. Untuk itu, beberapa peneliti mencoba melakukan analisis dokumen dengan cara mengelompokan frekuensi dan macam-macam pesan serta menkonfirmasi hipotesis. Peneliti sering juga mencoba dengan mengg-unakan panduan (protowl) dan membuat unit analisis untuk menghitung frekuensi dan macam-macam pesan tersebut.
Panduan dan unit analisis yang dijadikan acuan untuk menganalisis dokumen secara umum dibuat dengan mengikuti prosedur sebagai berikut: Pertama dimulai dari pertanyaan penelitian, dilanjutkan dengan menentukan definisi kategori, mengurutkan kategori, merevisi kategori dengan mengecek keajegannya dalam waktu tertentu, dan yang terakhir menginterpretasikan hasil. Langkah itu dicontohkan oleh Moleong (2008) dengan prosedur yang dilakukan oleh Mayring yang telah melakukan analisis isi/konten di bidang komunikasi. Prosedur yang digunakan sebagai berikut:
1. Menyesuaikan materi ke dalam model komunikasi. Dalam hal ini ditentukan bagian mana yang termasuk diteliti dan bagian mana yang tidak diteliti. Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan penelitian harus dijawab untuk membatasi lingkupnya.
2. Membuat aturan analisis. Dalam hal ini, materi yang dianalisis secara bertahap dikelompok-kelompokkan menjadi satuan-satuan.
3. Membuat kategorisasi. Dalam hal ini, interpretasi isi dilakukan dengan mengikuti pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan kemudian dimasukkan kategori-kaategori. Kategori iitu ditemukan dan direvisi di dalam proses analisis.
4. Menentukan kredibilitas dan validitas. Dalam hal ini, prosedur harus dilakukan secara komprehensif inter-subyektif, yaitu membandingkan hasil dengan teknik dan sumber lain dengan memanfaatkan triangulasi.
5. Menginterpretasi hasil. Dalam hal ini, membuat simpulan data/hasil sebagai temuan penelitian.
2.2. Teknik Analisis Data
2.1.1. Teknik Analisis Kuantitatif
A. Pengertian
1. Pemilihan Ragam Statistik dalam Analisis Data
Analisis data hasil penelitian berdasarkan sifat datanya secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Apabila sifat data penelitian berupa deskripsi dan/atau uraian kualitatif serta tidak dapat dikonversi ke dalam bentuk kuantitatif (dikuantifikasikan), maka analisis data yang digunakan analisis data kualitatif. Namun apabila data penelitian dalam jumlah yang besar dan bersifat kuantitatif (atau dapat dikonversikan ke bentuk kuantitaif), maka analisis data yang digunakan disarankan dengan analisis kuantitatif.
Analisis data kuantitatif yang dalam berbagai literatur lazim disebut sebagai analisis data dengan teknik statistik, dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu teknik statistik deskriptif dan teknik statistik inferensial. Teknik statistik deskriptif sebagai alat analisis dipilih dan digunakan apabila apabila hasil analisis statistik statika hanya bertujuanuntuk memberikan data (sensus atau pun sampel) terhadap suatu subjek/objek bidang yang diteliti. Teknik statistik inferensial parametrik tepat dipilih dan digunakan untuk melakukan analisis data sampel yang bertujuan untuk menarik simpulan terhadap suatu populasi sasaran tertentu. Utamanya, apabila semua persyaratan analisis data (normalistas, homogenitas, linieritas, kolonieritas dan lain sebagainya) terpenuhi.
Disamping terpenuhi analisis statistik yang digunakan dalam analisis data (deskriptif, inferensial, parametrik dan non-parametrik), unsur ketepatan dan ketajaman pemilihan rumus statistik yang digunakan berpengaruh besar terhadap kualitas hasil analisis data. Indikator ketepatan dalam memilih dan menggunakan statistik sebagai alat analisis dapat ditunjukkan dengan tingkat kesesuaiannya antara jenis data (nominal, ordinal, interval, dan rasio) dan jenis teknik dan rumus statistik yang digunakan. Misalnya, untuk melakukan analisis statistik yang terkait dengan uji signifikansi hubungan antar variabel, pada data yang berjenis interval dan interval. Bilamana uji persyaratan analisis terpenuhi, maka lebih tepat teknik statistik inferensial paramatrik dengan rumus korelasi produk momen yang dipilih dan digunakan. Namun, apabila kedua jenis data tersebut tidak memenuhi uji persyaratan analsis, maka teknik statistik inferensial nonparametrik dengan rumus korelasi tata jenjang lebih tepat digunakan, buka teknik statistik inferensial parametrik dan produk momen. Sedangkan indikator ketajaman dalm penggunanaan statistik sebagai alat analisis data, dapat ditunjukkan dengan pemilihan dan penetapan teknik dan rumus statistik pada saat melakukan uji statistik lanjut.
Bertolak dari indikator kualitas penetapan teknik statistik sebagai alat analisis yang dituntut memenuhi uji persyaratan analisis, ketepatan dan ketajaman, maka tampak betapa besar peranan statistik dalam penelitian kuantitatif. Khususnya dalam upaya menghasilkan interpretasi dan simpulan hasil penelitian yang tidak bias, bahkan tidak menyesatkan.
Dasar pertimbangan lain dalam pemilihan dan penggunanaan teknik statistik sebagai alat analisis data, selain ditinjau sifat data dan persyaratan analisis, juga ditinjau dari jumlah dan sifat variabel penelitian. Misalnya, variabel penelitian yang bersifat univariate, bivariate atau multivariate, (Hasan, 1989). Berdasarkan tinjauan ini, teknik statistik deskriptif banyak digunakan pada variabel yang bersifat univariate. Sedangkan variabel penelitian yang bersifat bivariate (hubungan beberapa variabel bebas dengan satu variabel tergantung) akan lebih tepat digunakan statistik inferensial. Begitu juga dalam penelitian yang melibatkan variabel yang bersifat multivariate (hubungan dua/lebih variabel bebas dengan dua/lebih variabel tergantung) lebih tepat digunakan teknik statistik inferensial.
Sering terjadi kekacauan antara penyebutan variabel penelitian yang bersifat bivariate dan variabel penelitian yang bersifat multivariate. Berdasarkan batasan di atas suatu variabel penelitian dikelompokkan ke dalam bivariate, apabila hubungan antar variabel yang dijadikan objek kajian terdiri atas hubungan beberapa variabel bebas dengan satu variabel tergantung. Sedangkan suatu variabel penelitian dikelompokkan ke dalam multivariate, apabila hubungan antar variabel yang dijadikan objek kajian terdiri atas hubungan beberapa variabel bebas dengan beberapa variabel tergantung (lebih dari satu variabel tergantung).
2. Pemilihan Rumus statistik dalam Analisis Data
Berdasarkan pertimbangan sifat data (sensus atau sampel), tujuan penelitian (pemerian atau hubungan variabel), persyaratan analisis (terpenuhi atau tidak), sifat variabel (univeriate, bivariate atau multivariate) dan jumlah sampel, maka dapat dipilih dan ditentukan teknik analisis statistik sebagai alat analisis data yang sesuai. Secara umum dipilih dan digunakan teknik statistik deskriptif dengan berbagai macam rumusnya sebagai alat analisis data, apabila tujuan penelitian hanya ingin memerikan, memetakan suatu mencandra suatu fenomena yang dijadikan objek kajian. Sedangkan teknik statistik inferensial dengan berbagai macam rumusnya dipilih dan digunakan sebagai alat analisis data, apabila tujuan penelitian untuk menguji signifikansi hubungan atau perbedaan antar variabel yang dijadikan objek kajian.
Interpretasi tingkat signifikansi hubungan atau tingkat signifikansi perbedaan antar variabel dalam penelitian kuantitatif ditentukan berdasarkan hasil uji hipotesis dengan kriteria tingkat kepercayaan tertentu terhadap hasil analisis data dengan teknik dan rumus statistik tertentu. Misalnya a = 0,05 yang artinya probabilitas interpretasi/simpulan, apabila diterapkan dalam 100 kasus, kemungkinan terjadi kesalahan sebanyak 5 (lima) kali, atau taraf kepercayaan simpulan = 95% ; a = 0,01 yang artinya probabilitas interpretasi/simpulan, apabila diterapkan dalam 100 kasus, kemungkinan terjadi kesalahan sebanyak 1 (satu) kali, atau taraf kepercayaan simpulan = 91%
B. Tahapan Analisis Data Penelitian
Prosedur analisis data penelitian dengan menggunakan teknik dan rumus statistik tertentu dapat dipilih menjadi lima tahapan utama. Kelima tahapan tersebut meliputi pengolahan data, pengorganisasi data, interpretasi temuan, menarik simpulan penelitian, dan rekomendasi penelitian (Ibnu, dkk. 2003).
1. Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data merupakan bagian awal dari proses analisis data dengan teknik statistik. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini meliputi kegiatan : pengecekan dan pelabelan instrumen, pengeditan data dan pengodean data. Kegiatan pengecekan dan pelabelan instrumen bertujuan untuk mengetahui kelengkapan jumlah instrumen dan mengidentifikasi spesifikasi instrumen yang telah diisi dan dikembalikanoleh sumber data. Kegiatan pengeditan data dilakukan setelah kegitan pengecekan jumlah dan pelabelan instrumen penelitian selesai. Kegiatan pengeditan data sebagai representasi pengoreksian atas kelengkapan pengisian atau jawaban pada instrumen. Utamanya, hal hal yang terkait dengan aspek keterbacaan dan kejelasan makna jawaban, keajegan dan relevansi jawaban (Johson & Cristensen, 2004). Kegiatan pengodean data merupakan tindak lanjut dari kegiatan editing data dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan labeling data. Pembedanya pada kegiatan pengodean data lebih spesefik pada aspek jawaban dari responden dalam suatu instrumen tertentu. Misalnya instrumen bentuk kuesioner, tes, self-inventory, diskusi kelompok terfokus, lembar pengamatan atau wawancara. Hasil akhir tahapan pengolahan data dapat berupa pengelompokan, penyederhanaan dan penyajian data dalam bentuk statistik (skor maksimal, skor minimal, skor rearta dan simpangan baku) yang dijadikan dasar untuk melakukan tahapan berikutnya yaitu analisis data.
2. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam bentuk statistik (skor maksimal, skor minimal, skor rearta dan simpangan baku) dilakukan analisis data dengan bantuan statistik, baik deskriptif maupun statistik inferensial. Apabila penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena yang dikaji, statistik sebagai alat analisis data yang digunakan dapat dengan statistik deskriptif dan pilihan rumus untuk analisisnya. Hasil analisis data dengan statistik deskriptif ini dapat berupa tabel distribusi frekuensi, grafik, gambar, diagram, nilai rata rata, simpangan baku dan tendensi sentral.
Namun, apabila analisis data dilakukan dengan teknik statistik inferensial (baik inferensial parametrik maupun non parametrik) diperlukan pemahaman atas ketepatan dan ketajaman analisis, dan pemenuhan uji persyaratan analisis. Berdasarkan pemahaman tentang persyaratan ketepatan, ketajaman dan uji persyaratan analisis di atas secara memadai, peneliti dapat memilih dan menggunkan teknis statistik dan rumus yang sesuai, baik pada statistik inferensial parametrik maupun statistik inferensial non parameterik sebagai alat analisis data secara benar.
3. Interpretasi Hasil
Tahapan interpretasi hasil analisis dilakukan setelah analisis data dengan teknik dan rumus statatis tertentu. Interpretasi hasil analisis adalah upaya memberikan makna atas hasil analisis data dengan teknik statistika tertentu dan dengan kriteria atau taraf signifikasi (a) tertentu. Kriteria tertentu yang bersifat satuan minimal kuantitatif dalam bentuk persentase, rerata, tendensi sentral, dan lain sebagainya lazim digunakan pada interpretasi hasil analisis data dengan teknik statistik deskriptif. Sedangkan taraf signifikansi (a) tertentu, lazim digunakan pada interpretasi hasil analisis data dengan teknik statistik inferensial, baik inferensial parametrik maupun inferensial nonparametrik.
Interpretasi hasil analisis data dengan teknik statistik deskriptif, lebih berorientasi pada pemaknaan terhadap pemerian, klasifikasi, pencandraan atas suatu fenomena yang dijadikan objek kajian tersebut sebagai bentuk jawaban atas masalah penelitian yang telah ditetapkan. Sedangkan interpretasi hasil analisis data dengan teknik statistik inferensial lebih berorientasi pada pemaknaan signifikansi hubungan atau perbedaan anatarvariabel yang dijadikan objek kajian.
4. Menyimpulkan Hasil Penelitian
Contoh interpretasi hasil analisis diatas, sebagai representasi temuan penelitian. Temuan penelitian ini tidak dapat serta merta untuk diajdikan simpulan penelitian, tetapi cantolan atau slot untuk menarik simpulan penelitian harus berdasarkan pada temuan penelitian. Untuk sampai pada tahapan menarik simpulan penelitian, maka perlu dilakukan diskusi atau pembahasan terhadap hasil penelitian. Dengan kata lain, bahwa temuan penelitian sebagai representasi interpresentasi hasil analisis data unuk sampai pada merumuskan simpulan penelitian, perlu dijembatani dengan kegiatan pembahasan hasil penelitian.
5. Menulis Rekomendasi
Rekomendasi penelitian ditulis setelah rumusan simpulan selesai dilakukan. Esensi rekomendasi penelitian ditunjukkan kepada berbagai pihak, baik yang terkait dengan tindak lanjut pemanfaatan secara praktis maupun melakukan penelitian lanjut terhadap simpulan penelitian. Pemanfaatan simpulan penelitian dapat pada tataran teoretis atau pada tataran kehidupan praktis, yaitu dalam kehidupan sehari hari. Utamanya dalam meningkatkan nilai tambah dari sisi efektivitas, efesiensi dan kemenarikan dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
Rumusan rekomendasi penelitian harus operasional, baik yang ditujukan kepada pihak yang memanfaatkan secara praktis dalam kehidupan atau pihak yang melanjutkan penelitian. Rumusan rekomendasi peneletian secara operasional dipengaruhi oleh ketepatan pijakan dan kejelasan redaksi
2.1.2. Teknik Analisis Kualitatif
A.Pengertian
Data yang sudah diperoleh dari penggumpulan data akan memlalui proses analisis yang berarti data tersebut diolah atau dianalisis, data mana yang akan dimasukan dalam penelitian dan menentukan format dalam penelitian. Teknik analisis data dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan sifat datanya, yaitu analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Sifat data yang berupa deskripsi atau uraian kualitatif maka menggunakan teknik analisis kualitatif. Namun, apabila sifat data dalam penelitian tersebut bersifat kuantitatif atau dapat dikonversikan ke bentuk kuantitatif, maka menggunakan teknik analisis kuantitatif.
Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses sistematis untuk mencari dan mengatur transkrip wawancara, catatan lapangan, dan materi – materi lain untuk menemukan apa yang penting untuk dilaporkan kepada orang lain sebagai temuan penelitian (Ulfatin, 2015). Menurut beberapa sumber berikut bebeara macam teknik analisis data pada penelitian kualitatif:
1. Teknik analisis isi. Berg (2004) menyebut bahwa yang membedakan dengan teknik analisis kuantitatif adalah didalam teknik analisis kualitatif menggunakan analisis naratif. Teknik ini bersifat mereduksi dengan mencari jalan sampai menemukan makna dari teks yang dianalisis dan dibatasi sampai menghitung unsusr tekstualnya yaitu indtyfing, organizing, indexing, dan retrieving data. Teknik ini tidak hanya sebatas mereduksi melainkan juga menunjukan kinerja peneliti untuk menguji pemikiran, tema, topic, aimbol, dan fenomena fenomena yang sama dari data yang dianalisis. Langkah – langkah analisis isi meliputi : (1) mengidentifikasi pertanyaan penelitian, (2) menentukan kategori analitik, (3) membaca data dan menetapkan kategori grounded dari data yang ada, (4) menentukan kriteria seleksi kriteria seleksi untuk memilih potongan – potongan data menjadi macam kategori grounded, (5)memulai memilah data menjadi bermacam – macam kategori, (6) menghitung jumlah kategori yang ada,, dan setiap kategori dideskripsikan secara statistik agar mengikuti alur yang peneting untuk dipertunjukan, serta mereview material teks untuk mencari pola kategori, dan (7) mempertimbangkan pola kategori sebagai pola yang melingkupi teri, memberikan penjelasan terhadap temuan, dan mengaitkan hasil analisi dengan teori yang ada.
2. Teknik analisis domain. Teknik ini banyak digunakan untuk menggambarkan objek penellitian secara umum atau ditingkat permukaan namun gambaranya relative utuh. Pengertian domain banyak dimaknai sebagai unit yang utuh dari kategori simbul lembaga social. Misalnya keluarga, sekolah, rumah sakit, dan lembaga social. Dari domain lembaga social itu, dapat dianalisis sampai domain atau unit yang lebih kecil. Misalnya domain sekolah terdiri atas: guru, murid, orang tua murid, dan sebagainya. Langkah – langkah yang dapat dilakukan dalam teknik analisis domain adalah sebagai berikut :
1) Membuat domain dan pola hubungan semantic tertentu seperti jenis, ruang, sebab-akibat, rasional, lokasi kegiatanm tujuan akhir, fungsi, urutan, dan atribut.
2) Menyiapkan lembaran kerja analisis domain, kemudian memilah data sehingga terlihat kesamaan yang dapat dikategorikan pada jenis tertentu.
3) Mencari konsep induknya dan kategori simbolik dari suatu domain yang sesuai dengan hubungan semntiknya.
4) Sebelum domain dibuat final, peneliti harus bisa menjawab pertanyaan structural untuk setiap domainya.
5) Membuat daftar domain yang ditemukan.
3. Teknik analisis taksonomi. Teknik analisis ini dilakukan bila peneliti ingin memberikan hasil penelitianya secara lebih mendalam dari fokus tertentu, sehingga setelah melakukan analisi domain dilanjuykan dengan analisi taksonomi. Teknik analisis ini menhasilkan temuan yang terbatas pada sub domain tertentu yang perlu dirinci bagian – bagianya secara lebih khusus. Langkah – langkah analisis taksonomi,dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Memilih satu atau dua domain superior yang akan dianalisis lebih lanjut.
2) Mecari kesamaan atas dasar hubungan semantikk yang digunakan untuk domain itu.
3) Mencari tambahan istilah untuk menjelaskan domain dan bagian – bagianya.
4) Mencari domain yang lebih besar yang dapat dimasukan sebagai bagian dari domain yang dianalisis.
5) Membentuk taksonomi sementara berdasarkan urutan bagian domain yang telah dibuat.
6) Mengadakan wawancara terfokus untuk mengecek keabsahan hasil analisis yang telah dibuat.
7) Membangun taksonomi secara lengkap.
4. Teknik analisis komponen. Analisis komponen adalah teknik analisis yang didasarkan atas kesamaan komponen berdasarkan gejala social (Ulfatin, 2015). Langkah – langkah analisis komonen dilakukan sebagai berikut:
1) Memilih domain yang akan dianalisis.
2) Mengidentifikasi seluruh hal – hal yang kontras yang telah ditemukan dengan membuat table yang dapat digunakan untuk mencari dan menempatkan pemilahan domain yang memiliki unsure kontras.
3) Menyiapkan paradigm komonen secara lengkap.
5. Teknik analisis tema. Teknik ini adalah teknik yang menggambarkan hubungan antar domain, taksonomi, dan komponen. Langkah – langkah yang dilakukan dalam teknik tema adalah sebagai berikut:
1) Melakukan hasi analisis komponen antar domain.
2) Membuat gambar visualisasi hubungan antar domain.
3) Menarik makna dari hubungan yang terbentuk dari masing – masing domain.
4) Mencari tema holistic tentang makna persoalan yang diteliti.
6. Teknikk analisis komparatif konstan. Teknik ini bertujuan untuk menemukan teori. Untuk menemukan teori diperlukan waktu yang cukup lama dalam penelitian sehingga dapat dapat diketahui kejadian yang secara konstan. Langkah yang dilakukan dalam teknik analisis komparatif konstan adalah sebagai berikut:
1) Menbandingkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap kategori yaitu dengan mencatat kkejadian, membandingkan kejadian, mencari hubungan antar kejadian sampai menemukan cirri kategori teoritis.
2) Memadukan kategori dan ciri – ciri kejadian yang muncul dengan ciri – cirri yang dihasilkan diari langkah sebelumnya.
3) Membatasi lingkup teori dan kemudian mengeneralisasikan kedalam alur teori yang lebih besar relevansinya.
4) Menyusun teori yang substantive dan sistematik.
7. Teori induksi analitik termoidifikasi. Prosedur pada teknik analisis ini dipergunakan apabila terdapat masalah khusus dalam focus penelitian sehingga perlu dilakukan analisis yang berulang. Pada analisis ini, teori sementara yang dihasilkan pada pengumpulan data sebelumnya dimodifikasi, kemudian dilakukan pengumpulan dan analisis kembali dengan kasus – kasus negative, begitu sterusnya sampai mengasilakan teori yang lebih mantap. Langkah – langkah induksi analitik termodifikasi dilakukan sebagaii berikut:
1) Mengembangkan suatu definisi kasar terhadap fenomena tertentu dan penjelsanya.
2) Mengumpulkan data sampai menemukan apa yang telah didefinisikan (secara kasar) itu.
3) Memodifikasi definisi dan/ atau penjelasanya ketika menjumpapi kasus baru yang tidak cocok dengan definisi yang telah dirumuskan.
4) Melacak informasi terkait dengan kasus baru yang tidak sesuai dengan definisi yang telah dibuat sebelumnya.
5) Mendefinisikan kembali sampai diperoleh hubungan yang sifatnya umum.
Pemilihan Ragam dan Rumus Statistik dalam Analisis Data
1. Pemilihan Ragam Statistik dalam Analisis Data
Berbeda dengan teknik analisis kualitatif, pada teknik analisis kuantitatif yang dalam berbagai literatur lazim disebut sebagai analisis data dengan teknik stastistik yang dapat dikelompokan menjadi dua yaitu teknik statistik deskriptif (untuk memerikan data sensus atau sampel terhadap suatu objek/subjek bidang yang diteliti) dan inferensial baik parametrik dan non parametrik (apabila hasil analisis statistik yang akan diberlakukan simpulanya terhadap suatu populasi sasaran tertentu). Teknik inferensial parametrik digunakan untuk menarik simpulan terhadap suatu populasi tertentu. Digunakan teknik inferensial parametric apabila persyaratan analisis data (normalitas, homogenitas,, linieritas, kolonielitas, dan lain sebagainya) terpenuhi begitu juga pada teknik analisis inferensial non parametrik digunakan apabila persyaratan analisis data tidak terpenuhi. Tidak hanya persyaratan analis statistik yang digunakan dalam anilisis data melainkan juga penggunaan ketepatan dan ketajaman pemilihan rumus satistik yang berpengaruh pada kualitas hasil analisis data agar hasil penelitian yang dihasilkan ‘tidak bias’ atau ‘tidak menyesatkan’. Alternatif pemilihan atau penggunaan teknik statistik deskriptif atau inferensial sebagai alat analisis, berdasarkan pada besaran jumlah sampel dan tujuan penelitian dapat divisualisasikan pada Gambar 4.1.
![]() |
Gambar 4.1 Pemilihan Teknik Statistik Sebagai Alat Analisis Ditinjau dari Sifat Data, Tujuan Penelitian, dan Persyaratan Analisis (Mukhadis, 2016)
Dasar pertimbangan lain dalam pemilihan dan penggunaan teknik statistik sebagai analisis data adalah jumlah an sifat variabel penelitian. Perbedaan dalam pengelompokan suatu variable penelitian, apakah termasuk dalam kelompok univariate, bivariate (apabila hubungan antar variable yang dijadikan objek kajian terdiri atas hubungan beberapa variable bebas dengan satu variable tergantung), dan multivariate (apabilan objek kajian terdiri atas hubungan beberapa variable bebas dan tergantung) dan hubunganya dengan pemilihan dan penggunaan teknik statistik sebagai alat analisis dijelaskan pada Gambar 4.2.
![]() |
Gambar 4.2 Pemilihan Teknik Statistik Ditinjau dari Sifat dan Jumlah Variabel Penelitian
2. Pemilihan Rumus Statistic dalam Analisis Data
Berdasarkan pertimbangan sifat data (sensus atau sampel), tujuan penelitian (pemerian atau hubungan variable), persaratan analisis (terpenuhi atau tidak), sifat variable (univariate, bivariate, atau multivariate), dan jumlah sampel, maka dapat dipilih dan ditentukan teknik analaias statistic sebagai alat ananlisis data yang sesuai. Dalam tujuan penelitian ini , signifikansi interpretasi hubungan atau perbedaan antar variabel yang berdasarkan studi sampel diberlakukan pada populasi sasaran. Interpretasi tingkat signifikansi hubungan atai tingkat signifikansi perbedaan antar variabel dalam penelitian kuantitatif ditentukan berdasarkan hasil uji hipotesis dengan kriteria tingkat kepercayaan tertentu terhadap hasil analisis data dengan teknik dan rumus statistic tertentu. Untuk itulah amaka taraf signifikansi lazim lambangkan dengan notasi (α) misalnya α = 0,05 yang arti nya probabilitas/simpulan, apabila diterapkan dalam 100 kasus, kemungkinan terjadi kesalahan sebanyak 5 (lima) kali, atau taraf kepercayaan kesimpulan = 95%.
Alternatif teknik statistic yang dimaksudkan sebagai alata menguji hipotesis yang berbunyi ‘ada korelasi yang signifikan antara variabell …. Dan variabel …’; maka digunakan teknik setatistik inferensial korelasional dengan pilihan rumus yang sesuai . Alternatif rumus statistik untuk uji signifikansi hubungan atau perbedaan antar variabel , baik pada kelompok satatistik inferensial parametrik maupun non-parametik oleh Tucjman, 1978 (dalam buku Ibnu, dkk. 2003) disajikan pada tabl berikut
Jenis Statistik Inferensial sebagai Alat Analisis Data
|
Tujuan penelitian kuantitatif
| |
Menguji Signifikansi Hubungan Antar Variabel
|
Menguji Signifikansi Perbedaan Antarvariabel
| |
Statistik Inferensial Paremetrik
|
Koleksi produk momen
|
Uji t
|
Korelasi parsial
|
ANAVA
| |
Regresi ganda
|
ANAKOVA
| |
Analisis jalur
|
MANOVA
| |
Korelasi kanonik
| ||
Statistik Inferensial Non-Parametrik
|
Korelasi Sperman
|
Chi Kuadrat
|
Korelasi kendal
|
Tes kolmogorovmirnv
| |
Korelasi parsial kendal
|
Tes Mc Nemar
| |
Korelasi biserial
|
Tes wilcoxson
| |
Korelasi point biserial
|
Tes Walsh
| |
Korelasi tetrachoric
|
Tes U Mann-Whitey
| |
Koefisien contigensi
|
Tes Wald - Wolfowitts
| |
Koefisien phi
|
Tes Q corhan
| |
Koefisien cramer
|
Anava Friedman
| |
Koefisien cramer
|
Kruskal- Wallis
|
Tabel 4.1 Alternatif Teknik dan Rumus Statistik Inferensial sebagai Alat Analisis Data
5.1 Perbedaan Proses Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
Perbedaan kedua proses analisis antara penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah terletak pada penggunaaan logika. Pada penelitian kuantitatif menggunakan logika deduktif verifikatif yang bertolak dari umum ke khusus, sehingga perlu konsep teoretik yang sangat tegas dan empiris. Bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menyusun alat engukuran, mengumpulan data, dan kemudian menganalisis data. Tetapi dalam peneliitian kualitatif menggunakan logika induktif abstaktif yang bertolak dari khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan oleh peneliti berdasarkan kejadian, pertistiwa, dan fenomena yang diperoleh dari lapangan. Data yang diperoleh dari pengumpulan data pada penelitian kualitatif kemudian dianalisis dengan memalui beberapa tahapan seperti dibawah ini:
a. Analisis saat pengumpulan data, berarti peneliti bekerja mengumpulkna data dilapangan sekaligus menganalisisnya. Paling tidak ada tiga tahapan dalam bekerja dengan menganalisis data saat di lapangan, yaitu (1) mebuat transkrip dan catatan lapangan, (2) mengorganisasikan data atau catatan lapan, dan (3) membuat kode catatan. Mengorganisasikan data berarti membuat atau embentuk data menjadi unit – unit yang beraturan, mengumpulkan data menjadi satu kesatuan. Mencari rumusan – rumusan, menemukan mana yang lebih penting dan apa yang seharusnya dipelajari serta memutuskan apa yang akan diinformasikan atau disampaikan kepada orang lain. Kemudian, akhir dari semua prose situ menghasilkan laporan penelitian, buku- buku, artikel, makalah, atau rekomendasi –rekomendasi dan perencanaan untuk tindakan selanjutnya (Ulfatin, 2015).
Terkait dengan analisis data lapangan, berikut beberapa saran yang diutarakan oleh Bogdan dan Biken (1998), Glesne dan Peshkin (1992), dan Mantca (2007) beserta contoh penerapanya:
1. Upayakan segera memutuskan untuk mempersempit bidang kajian. Cara yang tepat dalam mempersempit bidang kajian adalah dengan menyusun panduan yang berisi pertanyaan yang terkait dengan focus penelitian atau protokol pengumpulan data, misanya menyusun panduan wawancara. (Ulfatin, 2015) apabila penelitian yang dilakukan multi sistus/kasus, mka peneliti membuat panduan dan format catatan lapangan dengan kertas berwarna dimana setiap warna dari kertas tersebut menunjukansitus/ kasus yang berbeda.
2. Menentukan bentuk atau tipe kajian yang ingin dilaksanakan. Memang dalam penelitian kualitatif tidak harus kaku memilih satu metode atau menggabungkan atau membedakan beberapa penelitianya. Namun, peneliti harus memikirkan apakah akan melakukan deskripsi penuh settinganya atau cenderungn menggeneralisasikan aspek teorinya. Sebagai contoh salah satu generalisasi aspek teori tentang “hambatan guru wanita menjadi kepala sekolah” maka sejak awal sudah menentukan bahwa penelitianya menggunakan rancangan studi multi kasus. Agar dalam generalisasinya kuat maka ditentukanlah empat situs sebagai latarnya, termasuk didalamnya digolongkan sebagai kasus negatif. Apanila sudah menetukan rancangan, maka selanjutnya melakukan prosedur yang tepat dalam menganalisis kasus. Misal rancangan yang digunakan adalah induksi analitik termodifikasi, maka kita harus melakukan analisis sesuai dengan prosedur dalam rancangan yang diikuti.
3. Mengembangkan pertanyaan abalitis. Yaitu dengan mengembangkan pertanyaan substantive (bagaimana, mengapa, siapa, dan untuk apa) menjadi teoretis (Grounded theory). Sebagai contoh yang dilakukan penulis ketika dalam penelitianya ingin mengetahui bagaimana prosedur pengangkatan kepala sekolah di madrasah swasta, sehingga guru wanita banyak yang tidak bisa menjadi kepala sekolah. Ketika awal penulis di lapangan, memulai dengan peretanyaan: “apakah ada standar peosedur (SOP) dalam seleksi/pengangkatan kepala sekolah?” Tetapi, setelah melakukan observasi,diketahui bahwa banyak guru wanita yang memiliki kemampuan manajerial dan memiliki pengalaman organisasional, tetapi ia tidak diberdayakan untuk memimpin sekolah, maka pertanyaan harus diganti dengan pertanyaan yang lebih analitis, yaitu “mengapa guru – guru wanita yang potensial itu tidak bisa menjadi kepala sekolah?” selain pertanyaan – [[ertanyaan tersebut, penulis juga membuat “memo” pada diri sendiri: “pelajari faham “androcentric” vs “feminocentric” dalam manajemen pendidikan.
4. Membuat ringkasan data sementara dan merencanakan pengumpulan data berikutnya dengann mem[erhatikan ringkasan data sebelumnya. Peneliti harus mehami apakah perlu dilakukan pengamatan dan wawancara lagi agar data yang didapat lebih spesifik. Sebagai contoh setelah peneliti sudah melewati pengumpulan data, biasanya penulis mereview catatan lapangan. Setelah membuat dan memahami catatan lapangan penulis membuat ringjasan data. Setelah ada ringkasan data maka timbul pertanyaan kepada diri sendiri: “apa yang sudah saya ketahui? Apa yang tidak saya ketahui?”, maka segeralah peneliti harus memutuskan kembali bagaimana data yang harus dikumpulkan lagi.
5. Menulis sebanyak – banyaknya “komentar pengamat” tentang gagasan yang berkembang atau gagasan yang akan digeneralisasikan. Catantan yang sudah dibuat peniliti dilapangan mengandung deskripsi (catatan informasi dilapanga) dan refleksi (ungkapan pengamat terhadap deskripsi). Apabila meneukan dugaan pada pengumpulan data, maka mendorong penulis untuk memperkiraan makna sehingga penulis menuliskan pikiran. Pikiran peneliti ini dituangkan dalam komentar pengamat.
6. Menulis “memo” untuk diri sendiri tentang sesuatu yang harus dipelajari atau apa yang segera dilakukan oleh peneliti. Sebagai contoh kasus yang pernah disebutkan sebelumnya peneliti harus mempelajari faham “androcentric” vs “feminocentric” dalam manajemen pendidikan ketika dalam penelitianya menemukan gejala bias gender dalam pengangkagtan kepala sekolah.
7. Mencoba mengungkap gagasan – gagasann dan tema – tema tentang subyek menjadi tema pokok dalam persoalan. Sebagai contoh dalam penelitian mengani hambatan guru menjadi kepala sekolah, peneliti menemukan dilapangan banyak guru wanitga yang memiliki kemampuan manajerial tinggi yang menurut prespektif peneliti memenuhi syarat menjadi kepala sekolah . oleh karena itu, merekalah yang disebut informan kunci (dianggap dapat dan cepat memahami maksud penelitisn).karena itu pula, peneliti segera bermaksud mengungkap gagasan untuk menggambarkan profil dari guru yang potensial dan memiliki kemam puanmanajerial tersebut.
8. Mulailah mengkaji sumber kepustakaan sementara peneliti di lapangan penelitian. Hal ini dilakukan agar membantu mengembangkan pertanyaan – pertanyaan dalam pencarian data dan selanjutnya dapat memperlancar analisis kajian.
9. Bermain kata dengan menggunakan metofora, analogi, dan konsep. Hal ini dilakukan untuk memperluas wawasan analitis. Sebagai contoh “nrimo ing pandum” untuk menggambarkan guru wwanita yang tidak memiliki kesempatan menjadi kepala sekolah, dan ia tidak protes, todak memonjolkan diri, atau tidak memiliki ambisi menjadi kepa sekolah.
10. Gunakan alat – alat atau perlengkapan visual. Ketika dilapangan peneliti harus merekam dengan cepat dan tepat terhadap fenomena yang diamati. Tetapi walaupun mungkin dapat dibantu dengan elektronik seperti camera atau tape recorder, namun peneliti harus mencatat dengan alat bantu visual seperti tabl, grafik, dan sebagainya.
b. Analisis Setelah Pengumpulan Data
Analisis setelah pengumpulan data di lapangan dapat dilakukan dengan kegiatan mengorganisasikan data. Kegiatan analisis ini dimulai dari reduksi data; yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data dari catan lapangan. Reduksi data hendaknya dilakukan secara terus menerus selama pengumpulan data hingga penyusunan laporan.
Kegiatan yang termasuk reduksi data sebagai berikut:
1. Megidentifikasi data yanga kan diperlukan dengan membuat file dokumen atau cara lain.
2. Member kode sesuai kenyaman (nama informan, focus penelitian, urutan catatan/data, latar penelitian, waktu pengumpulan data, dan teknik pengumpulan data) dan siap membuat rencana lanjutan
3. Pengelomokan dan pemilihan data berdasarkan kode focus atau topic liputa, termasuk didalamnya juga kegiatan menelusur tema, membuat paparan, ringkasan, dan catatan kaki (foot note).
4. Penyimpanan rekaman sehingga data yang sudah lengkap sewaktu – waktu siap ditindaklanjuti.
Setelah pereduksian data maka dilakukan pemaparan atau penyajian data (data display) yang artinya menyusun informasi dari catatan lapangan menjadi susunan yang sistematis dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan menggunakan teks naratif. Langkah terakhir dalam analisis data ini adalah menarik dan menegaskan kesimpulan/temuan penelitian (conlusing drawing and verifying).
c. Analisi data studi kasus
Ada dua strategi dalam analisis studi kasus yaitu umum dan khusus.
1. Strategi umum analsis kasus
Pertama yang dilakukan dalam strategi ini yaitu memastikan bukti studi kasus dapat dianalisis. Setelah itu dilanjutkan dengan mengikuti proposisi teoretis yang menunun studi kasus untuk membentuk rencana pengumpulan data dan mengembangkan deskripsi kasus.
2. Strategi khusus analisis kasus
Untuk menagalisis data setelah pengumpulsn data studi ksus, Yin (2003) menyarankan agar menggunakan tiga teknik analisis secara bersama, yaitu (1) menjodohkan pola dengan membandingkan pola atas data lapangan dan pola yang didasarkan atas prediksi alternative yang disususn sebelum pengumpulan data, (2) membuat penjelasan eksplanasi untuk mejelaskan kasus yang bersangkutan, (3) menganalisis deret waktu dengan mengikuti pola procedural suatu tindakan (deret waktu sederhana, deret waktu kompleks, deret kronologis, kondisi deret waktu), selanjutnya ada analisis unit terjalin agar penelitian terlengkapi dan dapat menarik kesimpulan berdasarkan multi kasus/situs.
Menarik kesimpulan studi kasus. Setelah mendeskripsikan kasus dan dianalisis maka dari deskripsi itu kemudian membuat pola yang menggambarkan alur proses deskripsi. Dari deskripsi itu kemudian ditarik implikasinya dalam bentuk kebijakan tindak lanjut, atau rekomendasi. Pada studi multi kasus/situs analisis diawali dari kesimpulan tiap kasus, kemudian ditarik kesimpulan pada lintas kasus/situs. Pada kesimpulan lintas kasus lebih ditekankan perbedaanya, sedangkan pada lintas situs lebih menekankan pada kesamaanya. Hasil analisis lintas kasus/situs tidak hanya sampai deskripsi kasus melainkan sampai menemukan teori subtantif dan kemudian ditari impikasinya dalam bentuk kebijakan, tindak lanjut, atau rekomendasi.
Berbeda dengan analiisis data [pada penelitian kuantitatif, berikut beberapa tahapan analisis data penelitian kuantitif menurut Ibnu, dkk. (2003):
1. Pengolahan data yaitu dengan kegiatan pegecekan dan pelabelan instrument yang bertujuan untuk mengetahui kelengkapan jumlah instrumen, an mengidentifikasi spesifikasi instrument yang telah diisi dan dikembalikan oleh sumber data. Selanjutnya melakukan pengeditan data atau juga pengecekan kelengkapan pengisian atau jawaban pada instrument. Dan yang terakhir dengn melakukan pengodean data sebagai representasi upaya untuk melakukan pengelompokan data sesuai denga ragam dan sifatnya berdasarkan notasi atau symbol yang digunakan pada jawaban responden pada setiap butir instrument. Hasil akhir pada proses ini adalah data dapat berupa pengelompokan, penyederhanaan, dan penyajian data dalam bentuk statistic (skor maksimal, skor minimal, skor rerata, dan simpangan baku), yang dijadikan dasar untuk melakukan tahapan berikutnya yaitu analsis data.
2. Analisis data. Apabila penelitian bertujuanmendeskripsikan suatu fenomena yang akan dikaji, statistik sebagai alat analisis data yang digunakan dapat dengan satistik deskriptif yang hasilnya berupa tabel distribusi frekuensi, grafik, gambar, diagram, dan nilai rata – rata, simpangan baku, dan tendensi sentral. Namun apabila [analisis data dilkukan dengan teknik statistik inferensial baik parametric maupun non-parametrik diperlukan pemahaman atas ketepatan dan ketajaman analisis, dan pemenuhan uji prasyarat analisis.
3. Interpretasi hasil atau memberikan makna atas hasil analisis data dengan teknik tertentu dan dengan kriteria atau taraf signifikanasi tertentu. Menggunakan rumus statistik untuk menguji signifikansi hubungan antar variable.
4. Menyimpulkan hasil penelitian pada tahap ini peril dijembatani dengan kegiatanpembahasan hasil penelitian. Pembahasn hasil dalam penelitian kuantitaf lazim ditulis pada bab hasil penelitian. Pembahasn ini dikonfirmasikan dengn teori atau temuan yang ada sebelunya. Hasil konfirmasi terhadap teori sebelumnya menimbulkan kesesuaian dan tidak kesesuaian maka peneliti wajib member penjelasan tentang “kemengapaanya” terhadap kemungkinan tersebut sehingga penulis boleh megajukan berbagai argumentasi. Disinilah peneliti memosisikan temuanya kedalam khazanah teori yang ada sebelum. Alternatif posisi temenuan penelitian dapat bersifat menguatkan, memodifikasi, menolak, atau menggugurkan, atau bersifat baru sama sekali terhadap teori atau temuan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti merumuskan penelitian dengan mengacu pada butir rumusan masalah dan hasil pembahasan temuan penelitian.
5. Menulis rekomendasi setelah membuat rumusan simpulan selesai dilakukan. Esensi rekomendasi ini ditujukan kepada pihak, baik yang terkaitu, dengan tindak lanjut pemanfaatan secara praktis maupun melakukan penelitian lanjut terhadap simpulan penelitian. Rumusan rekomendasi harus operasional yang dipengaruhi ketepatan pijakan (dimensi atau rumusan manfaat penelitian pada Bab I) dan kejelasan redaksi denga pertanyaan ‘apa yang akan direkomendasikan? Kepada siapa rekomndasi ditujukan? bagaimana cara merealisaasi sesatu yang direkomendasikan?’ berdasarkan kriteria ‘apa, siapa, dan bagaimana’ contoh rumusan rekomendasi diberikan berikut, “Kepala sekolah SMK perlu meningkatkan keterampilan guru bidang produktif melalui klinik pembelajaran dan pendampingan oleh LPTK dan Dudi yang relevan”.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Ulfain,N. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif di Bidang Pendidikan: Teori dan Aplikasinya. Malang: Bayumedia Publishing.
Mukhadis,A. 2016. Metodologi Penelitian Kuantitatif Bidang Pendidikan dan Contoh Aplikasinya. Malang: Aditya Media Publishing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar